Politik Uang Ciderai Demokrasi, Tapi Rakyat Rela Tersakiti


Politik uang bukan isu baru dalam pagelaran Pemilihan Umum. Pesta Demokrasi selalu dinodai candu politik uang. Dikatakan sebagai candu karena merupakan racun, namun selalu dinikmati. Oleh karenanya praktik politik uang ini butuh direhabilitasi.

Namun siapa kemudian yang harus diobati? Siapa yang harus memberikan obat? Apakah politik uang terjadi karena elit politik selalu menyediakan dana? Ataukan politik uang terjadi karena masyarakat yang terus meminta dan menerima?

Bukan saatnya lagi meributkan siapa yang salah dalam praktik politik uang. Masyarakat hendaknya membangun peradaban baru yang sesuai dengan koridor hukum. Melaksanakan cita-cita negara dengan penuh tanggungjawab. Menjadikan dirinya pionir dalam pemberantasan politik uang.

Hingga saat ini, politik uang masih dianggap wajar. Hanya sedikit diantaranya yang berani menyuarakan bahwa pemberantasan politik uang adalah suatu keniscayaan. Padahal, politik uang memiliki dampak yang besar, yaitu menjadi salah satu sumber korupsi.

Bibit korupsi dimulai dari maraknya politik uang. Penyalahgunaan kewenangan anggaran menjadi salah satu potensi. Tingginya biaya transaksi politik ini kemudian dapat membawa pemimpin untuk bertindak menguntungkan dirinya sendiri. Misalnya menguntungkan para pemodal yang telah menyokong pencalonannya. Korupsi kemudian terjadi karena bentuk balas jasa dan bentuk pengembalian modal pinjaman pencalonan. Proses tersebutlah yang kemudian menjadikan pemimpin lalai dengan rakyatnya, yaitu pemimpin yang lahir dari proses pencalonan yang illegal. Sehingga pemimpin yang bersih dan berintegritas hanya menjadi mimpi belaka.

Praktik politik uang bermacam-macam, ada yang menyerahkan uang secara tunai. Ada yang menggunakan barang-barang lain diluar peraturan perundang-undangan dan diberikan dengan jumlah berlebihan.

Isu politik uang ini seolah menjadi bumbu penyedap dalam setiap pemilihan, “tidak sehat namun nikmat.” Artinya, banyak dari kita yang sadar akan bahaya dan dosa politik uang, namun ketika ada dihadapan mata, giurnya susah diabaikan.

Agama Islam menjelaskan bahwa politik uang sama dengan suap atau risywah atau korupsi yang dihukumi haram. Dalam Alquran Surah Al-Baqarah Ayat 188, Allah berfirman “Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Lebih rincinya dijelaskan lagi dalam hadist yang diwayatkan oleh Ahmad bahwa Rasulullah melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantaranya, yaitu orang yang menghubungkan keduanya.

Politik uang terkadang disematkan dalam dalih sedekah. Bisakah demikian?

Politik uang berbeda dengan sedekah. Politik diberikan dengan maksud semata-mata agar penerima memilih calon tertentu, oleh karenanya tidak sah sedekah yang dilakukan, karena tidak dilakukan semata karena Allah SWT. Sedangkan sedekah adalah ibadah yang dilakukan dengan cara mengamalkan atau menginfakan harta di jalan Allah SWT.

 

Sanksi Hukum Indonesia

UU Pilkada mengatur dua penanganan pelanggaran politik uang yakni sanksi administrasi dalam Pasal 73 dan sanksi pidana pada Pasal 187. Kedua pasal ini pada intinya melarang calon menjanjikan uang atau materi untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan maupun pemilih.

Pasal 73 ayat (1) sampai dengan ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

(1) Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih.

(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

(3) Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Selain Calon atau Pasangan Calon, anggota Partai Politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:

a. mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;

b. menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan

c. mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.

(5) Pemberian sanksi administrasi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menggugurkan sanksi pidana.

Sanksi adminsitrasi yang paling berat adalah Bawaslu memberikan putusan diskualifikasi dari pencalonan. Bawaslu adalah Badan Pengawas Pemilihan Umum yang memiliki kewenangan penanganan pelanggaran administrasi pada dugaan pelanggaran politik uang yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif.


Yang Memberi dan Menerima Sama-sama Bisa Dipenjara

Pasal 187 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada diatur bahwa baik pemberi maupun penerima 'uang politik' sama-sama bisa terjerat pidana berupa hukuman penjara.

Pada Pasal 187A ayat (1), Undang-Undang tentang Pilkada diatur, setiap orang yang sengaja memberi uang atau materi sebagai imbalan untuk memengaruhi pemilih maka orang tersebut dipidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, plus denda paling sedikit Rp 200 juta hingga maksimal Rp 1 miliar.

Pada Pasal 187A ayat (2), diatur ketentuan pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Yang Bisa Kita Lakukan

Pemberantasan politik uang tidak dapat dilakukan oleh segelintir orang saja. Seluruh elemen masyarakat perlu bersinergi untuk menjadi agen perubahan, sehingga mampu membuat gebrakan untuk menjadi penggerak dalam pengawasan Pesta Demokrasi tanpa Politik Uang.

Darimana politik uang ini diberantas? Yup, Dimulai dari diri kita sendiri dan keluarga, tetangga, sanak saudara, hingga meluas kepada seluruh rakyat Indonesia. Tanamkan kesadaran untuk menolak uangnya dan melaporkan pelakunya. Dari sinilah kemudian pengawasan rakyat dapat terlaksana.

Masyarakat harus mampu menyematkan label “Penjahat Politik” kepada pelaku-pelaku kecurangan. Sehingga, anggapan wajar terhadap pelaku praktik politik uang dapat dihilangkan. 

 

Sisi Penegakan Hukum Politik Uang


“Politik uang ibarat kentut yang tidak berbunyi. Baunya tidak sedap tapi sudah dicari dari mana asalnya.”


Mengutip dari republika.co.id, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Abhan mengatakan, tindakan politik uang akan meningkat pada Pilkada 2020 yang digelar di tengah pandemi Covid-19 karena kondisi ekonomi masyarakat yang menurun. Akan tetapi, kata dia, penegakan hukum atas politik uang berlangsung repot dan ada kendala.

"Dalam praktik, ketika unsur pemberi dan penerima sama-sama kena hukum, penegakan hukumnya agak repot, ada kendala," ujar Abhan dalam diskusi virtual 'Politik Uang di Pilkada 2020: Madu vs Racun?', Kamis (2/7).

Dia mengatakan, penegakan hukum tindakan politik uang disebut repot karena salah satunya sulit menghadirkan saksi, terutama saksi penerima. Sebab, menurut Abhan, orang tidak mau menjadi saksi atau pelapor karena akan kena ketentuan pelanggaran hukum sebagai pihak penerima.

Abhan menjelaskan, Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatur terkait saksi pelaku yang bekerja sama dengan penyidik atau jaksa penuntut umum dalam mengungkap kasus. Sedangkan, hal tersebut belum pernah diterapkan selama gelaran pilkada yang berpedoman pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

"Artinya, bahwa biasanya yang sudah kita tuntaskan sampai proses peradilan itu karena tertangkap tangan, tapi kalau mengandalkan adanya laporan orang yang terima tentu itu ada persoalan kesulitan," kata Abhan.



Salam, 

Lia Wardah Nadhifah

0 komentar