Pejabat Penilai Kinerja Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Islam: Melacak Kekaburan dalam Kebijakan dan Praktik Evaluasi Kinerja


Pendahuluan

Penilaian kinerja merupakan salah satu aspek penting dalam evaluasi kerja Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Islam (JF PAI). Melalui evaluasi kinerja, diukur kemajuan dan kontribusi ASN dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Seiring dengan bergulirnya regulasi terkini, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor 1 Tahun 2023, merubah proses evaluasi kinerja Pegawai ASN. Sebelumnya, kinerja Jabatan Fungsional berfokus pada butir-butir kegiatan yang memiliki angka kredit disetiap kegiatannya dan membutuhkan penilaian berdasarkan pengajuan Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK). Namun, kini pendekatan lebih terfokus pada evaluasi hasil kualitas kinerja, ekspektasi atasan, dan perilaku individu yang pendapatan angka kreditnya dilakukan melalui konversi predikat nilai Sasaran Kerja Pegawai (SKP). Artinya, proses penetapan nilai angka kredit didapatkan dari capaian hasil penilaian SKP. 
Lebih dalam terkait penilaian kinerja, Pasal 37 ayat 1 dari regulasi tersebut menetapkan bahwa predikat kinerja akan menjadi dasar perolehan angka kredit (AK) tahunan. Skala nilai yang diberikan juga menjadi penentu besaran koefisien angka kredit, di mana predikat sangat baik mendapatkan nilai 150%, baik setara dengan 100%, cukup/butuh perbaikan setara dengan 75%, dan predikat kurang serta sangat kurang masing-masing setara dengan 50% dan 25%. 
Dalam pengimplementasian aturan baru ini, penting sekali bagi pejabat penilai untuk memiliki kemampuan dan pemahaman yang memadai dalam melakukan penilaian kinerja. Penilaian ini akan berdampak pada kenaikan pangkat dan jenjang jabatan fungsional.
Namun, perkara yang belum jelas adalah siapa sebenarnya pejabat yang berwenang menilai Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Islam. Beberapa pendapat muncul terkait hal ini. Pertama, terdapat pendapat yang menyatakan bahwa penilainya seharusnya dilakukan oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 912 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Agama. Pendapat ini beranggapan bahwa Kepala KUA lebih dekat dengan pekerjaan lapangan Penyuluh Agama Islam dan memiliki pemahaman yang lebih baik terkait tugas dan tanggung jawab mereka.
Di sisi lain, terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa penilainya seharusnya dilakukan oleh Kepala Seksi (Kasi) yang membidangi Kepenyuluhan Agama Islam pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Pendapat ini berargumen bahwa Kasi memiliki otoritas dan pengetahuan yang diperlukan dalam melakukan penilaian terhadap Penyuluh Agama Islam, serta dapat melihat secara menyeluruh kinerja Penyuluh di wilayah terkait. Hal tersebut juga mengacu dengan berpedoman pada Pasal 2 ayat (1) Permenpan 1 Tahun 2023 dimana Penjabat Fungsional, termasuk JF Penyuluh Agama Islam, memiliki kedudukan di bawah Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas. 
Namun, kerumitan kembali muncul dengan tambahan keterangan pada Pasal 2 ayat (2) dan (3) Permenpan 1 Tahun 2023, dimana Pejabat Fungsional bisa ditugaskan untuk memimpin unit organisasi dan memiliki kedudukan di bawah Pejabat Fungsional yang memimpin unit tersebut.
Perbedaan pendapat ini menimbulkan kebingungan dan kekaburan dalam kebijakan dan praktik evaluasi kinerja Penyuluh Agama Islam. Oleh karena itu, penting untuk mencari kejelasan terkait siapa pejabat penilai yang berhak menilai SKP Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Islam. Dalam artikel ilmiah ini, akan dilakukan penelusuran terhadap kekaburan ini dan mencari solusi yang dapat mengatasi permasalahan ini.


Analisis Kedudukan dan Fungsi KUA Kecamatan

PMA Nomor 34 Tahun 2016 dengan tegas menyatakan kedudukan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan sebagai unit pelaksana teknis pada Kementerian Agama yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan secara operasional dibina oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota (Pasal 1 ayat (1)). 
Selanjutnya, dalam konteks tugas dan fungsi, PMA Nomor 34 Tahun 2016 merinci sembilan fungsi utama dan satu fungsi tambahan KUA Kecamatan yaitu, (1) pelaksanaan pelayanan, pengawasan, pencatatan, dan pelaporan nikah dan rujuk; (2) penyusunan statistik layanan dan bimbingan masyarakat Islam; (3) pengelolaan dokumentasi dan sistem informasi manajemen KUA Kecamatan; (4) pelayanan bimbingan keluarga sakinah; (5) pelayanan bimbingan kemasjidan; (6) pelayanan bimbingan hisab rakyat dan pembinaan syariah; (7) pelayanan bimbingan dan penerangan agama Islam; (8) pelayanan bimbingan zakat dan wakaf; (9) pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KUA Kecamatan, serta layanan bimbingan manasik haji bagi Jemaah Haji Reguler. Selanjutnya, Pasal 3 menekankan koordinasi KUA Kecamatan oleh Kepala Seksi atau Penyelenggara yang membidangi Urusan Agama Islam di Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
Melihat ketentuan pada PMA Nomor 34 Tahun 2016, jika ditarik keterkaitan antara tugas dan fungsi KUA Kecamatan dengan JF PAI maka diketahui bahwa meskipun PMA ini menyatakan bahwa ruang lingkup tugas KUA Kecamatan sudah mencakup tugas dan fungsi Penyuluh Agama Islam, perlu dicatat bahwa PMA Nomor 34 tahun 2016 tidak secara eksplisit menyebutkan tanggung jawab kelompok jabatan fungsional kepada Kepala KUA. Sementara dijelaskan secara eksplisit bahwa Petugas Tata Usaha berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala KUA Kecamatan.
Adapun menilik PMA Nomor 34 Tahun 2016 dijelaskan bahwa dalam susunan organisasi KUA Kecamatan terdiri dari 3 jenis jabatan yaitu Kepala KUA Kecamatan, Petugas Tata Usaha, dan Kelompok Jabatan Fungsional, termasuk di dalamnya yaitu JF PAI. 


Membahas Keputusan Menteri Agama Nomor Nomor 912 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Agama, pada diktum ketiga Peraturan ini, disebutkan bahwa KMA ini berlaku untuk penyusunan SKP dan penilaian kinerja pegawai negeri sipil tahun 2021 mengikuti ketentuan sebagaimana Surat Edaran MenpanRB Nomor 3 Tahun 2021 tentang penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai dan penilaian kinerja pegawai negeri sipil tahun 2021. Maka peraturan ini berlaku terbatas pada Tahun 2021 saja. Pada Tahun 2023 ini, penyusunan SKP berpedoman pada Permenpan Nomor 6 Tahun 2022. 
Sebelumnya dalam peraturan ini disebutkan bahwa dalam hal Penilaian SKP Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Islam dilakukan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan dengan atasan Pejabat Penilai yang ditentukan yaitu Kepala Kankemenag Kabupaten/Kota. 


Mendorong Kepastian Kedudukan dan Tanggung Jawab JF PAI di Era Permenpan Nomor 1 Tahun 2023
Sebagai akhir pembahasan, perlu ditekankan pentingnya mendorong kepastian kedudukan dan tanggung jawab JF PAI dalam implementasi Permenpan Nomor 1 Tahun 2023. Pasal 2 ayat (1) menggarisbawahi bahwa Pejabat Fungsional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas JF. Hal ini memberikan landasan yang jelas untuk arah kepemimpinan dan pertanggungjawaban.
Pentingnya penekanan ini semakin terlihat melalui Pasal 2 ayat (2) yang memberikan fleksibilitas, di mana Pejabat Fungsional dapat ditugaskan untuk memimpin suatu unit organisasi berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Namun, seiring dengan itu, Pasal 2 ayat (3) turut menjelaskan bahwa jika Pejabat Fungsional berada dalam Unit Organisasi yang dipimpin oleh sesama Pejabat Fungsional, maka hierarki kepemimpinan dapat disesuaikan sesuai dengan struktur organisasi yang ada.

Rekomendasi pada era Permenpan Nomor 1 Tahun 2023 adalah fleksibilitas delegasi Penilai SKP untuk optimalitas evaluasi kinerja. Dalam konteks mengoptimalkan evaluasi kinerja, peninjauan kembali terhadap peran Pejabat Penilai SKP menjadi sangat penting. Meskipun dalam beberapa instansi Kasi Bimas yang mengampu jabatan pengawas mungkin menjadi Pejabat Penilai secara umum, namun, sejalan dengan semangat fleksibilitas dalam Permenpan Nomor 1 Tahun 2023, perlu dipertimbangkan pendelegasian kewenangan kepada Kepala Kantor Urusan Agama (KUA).
Pasal 1 butir 19 Permenpan 1 Tahun 2023 dengan tegas menyebutkan bahwa Pejabat Penilai Kinerja adalah atasan langsung Pejabat Fungsional, dengan syarat bahwa pejabat pengawas menjadi opsi terendah atau kewenangan penilai dapat didelegasikan kepada pejabat lain. Dalam hal ini, Kepala KUA, yang juga merangkap sebagai pemimpin Unit Pelaksana Teknis (UPT) KUA Kecamatan, mungkin menjadi pilihan yang tepat, sepanjang JF PAI yang dinilai memiliki pangkat, golongan/ruang di bawah atau sama dengan Pejabat Penilai Kinerja. Jika pangkat, golongan/ruang di atas Penilai, maka Pejabat Penilai Kinerja dapat dilakukan oleh Kasi Bimas Islam dan/atau Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota setempat.
Rekomendasi ini didasarkan pada konsep bahwa seorang Pejabat Penilai yang memiliki pemahaman yang mendalam terhadap tugas dan tanggung jawab seorang Pejabat Fungsional dapat memberikan penilaian yang lebih kontekstual. Oleh karena itu, disarankan untuk mempertimbangkan pemberian kewenangan kepada Kepala KUA sebagai Pejabat Penilai SKP, yang secara langsung terlibat dalam kegiatan sehari-hari dan paham mendalam tentang dinamika pekerjaan Pejabat Fungsional. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan keakuratan dan relevansi penilaian kinerja, serta memberikan dorongan positif terhadap motivasi dan kualitas kerja Pejabat Fungsional.


***


Opini dan pandangan Pribadi. 
Yang protes-protes japri saja. 

0 komentar