MAKALAH POLITIK ISLAM PADA ZAMAN KLASIK, PERTENGAHAN DAN MODERN



MAKALAH

POLITIK ISLAM PADA ZAMAN KLASIK, PERTENGAHAN DAN MODERN

POLITIK ISLAM PADA ZAMAN KLASIK, PERTENGAHAN DAN MODERN
A.     PENDAHULUAN
Jika masalah politik selalu muncul dalam berbagai pembahasan tentang islam, hal itu wajar sekali, dan seharusnya tidak perlu menimbulkan keheranan. Dalam kaitannya dengan masalah politik ini, kaum muslim biasa mengatakan bahwa agama islam berbeda dengan banyak agama yang lain. Pernyataan sering muncul secara stereotipikal itu memang mengandung kebenaran yang subtansial. Maka mengingkari hal itu akan berarti sama dengan mengingkari kenyataan sejarah yang telah berlangsung selama kurang lebih empat belas abad dan yang masih akan berlangsung entah berapa abad lagi. Dan tentu hal itu juga akan berarti sama dengan mengingkari sebagian dari esensi agama islam.
B.      POLITIK ISLAM PADA ZAMAN KLASIK DAN PERTENGAHAN
Zaman klasik dan pertengahan Sepanjang penelitian ada seorang sarjana polotik islam pertama yang menuangkan teori politiknya dalam suatu karya ilmiah yaitu Syihab Din Ahmad Ibn Rabi’, beliau adalah khalifah Abbasiyah kedelapan. Setelah itu muncullah pemikir-pemikir yang brillian seperti Farabi, Mawardi, Ghazali, Ibnu Taimiyah yang hidup setelah runtuhnya kekuasaan Abbasiyah, dan Ibnu khaldun yang hidup pada abad XIV masehi (Sjadzali, 1990:41).
Ada dua ciri umum yang terdapat pada teori politik dari pemikir tersebut. Pertama, teori mereka tampak jelas adanya pengaruh alam pikiran Yunani, utamanya pada pandangan Plato, walaupun kualitas pengaruh itu tidak sama antara pemikir yang satu dengan pemikir yang lain. Kedua, kecuali Farabi, mereka mendasarkan teorinya pada penerimaan system kekuasaan yang ada pada zaman mereka (Sjadzali, 1990:42).
Berikut ini diuraikan teori dari para pemikir-pemikir tersebut yang cukup representatif untuk mewakili pemikiran politik di dunia islam pada zaman klasik dan pertengahan.
Zaman Klasik
Pemikiran Tokoh
Eksistensi Negara
Kepala Negara
Bentuk Pemerintahan
Lain-lain
Ibn Abi Rabi’
Manusia makhluk sosial, dimana seorang-orang, tidak mungkin dapat mencukupi kebutuhan alaminya sendiri tanpa bantuan yang lain, dan oleh karenya mereka saling memerlukan. Allah menciptakan manusia dengan watak yang cenderung berkumpul dan bermasyarakat (Sjadzali, 1990:44).
Otoritas raja adalah mandat dari tuhan, didasari dari nash Al-Qur’an (Sjadzali, 1990:108).
Monarkhi (Sjadzali, 1990:46)
Pemikirannya berpengaruh pada pemerintahan Khalifah Mu’tashim. (Triono, 36)
Farabi
Manusia adalah makhluk sosial (Sjadzali, 1990:50). Pemerintah terbentuk untuk memenuhi hajat hidup manusia untuk dunia dan akhirat (Triono, 36).
Kepala Negara haruslah dari golongan kelas atas (Sjadzali, 1990:55)

Konsepsinya yang utopian (Sjadzali, 199:42).
Mawardi
manusia adalah mahluk social. Kebutuhan untuk meneruskan roda-roda kehidupan, adapun mekanismenya manusia menggunakan akalnya (Sjadzali, 1990:60).
Kekuasaan kepala Negara didasarkan atas kontrak sosial dan kepala Negara harus berbangasa Arab dari suku Quraisy. Dipilih oleh lembaga legislatif (abl al-ikhtiar) (Sjadzali, 1990:63)

Teori kontrak sosial (Triono, 36).
Al Ghazali (amir al muslimin)
Manusia itu merupakan mahluk sosial. Factor regenerasi (Sjadzali, 1990:70).
Kekuasaan khalifah adalah muqaddas (suci) dan merupakan  keturunan Quraisy (Sjadzali, 1990:78).


Zaman Pertengahan
Pemikiran Tokoh
Eksistensi Negara
Kepala Negara
Bentuk Pemerintahan
Lain-lain
Ibnu Taimiyah
Selain karena faktor sosial, juga karena manusia mengemban amanat dari Tuhan. (Sjadzali, 1990:80).
Mempunyai kepala Negara adalah satu hal yang sangat urgen (Sjadzali, 1990:83).
Teori kepemerintahan: Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa kebutuhan manusia terhadap pemerintahan tidak hanya didasarkan pada wahyu, tetapi juga diperkuat oleh hukum alam atau akal yang melibatkan manusia untuk bergabung dan menjalin kerjasama (Sjadzali, 1990:86).
Pemikirannya yang klasik, zahid dan penekanan pada penegakan keadilan (Sjadzali, 1990:87).
Ibnu Khaldun
Kodrat manusia saling membutuhkan satu sama lain (Sjadzali, 1990:99)
Keefektifan dalam pelaksaanaan syari’at Islam (Sjadzali, 1990:96)
Khalifah atau Imamah (Sjadzali, 1990:101)
Teori Ashabiyah (Sjadzali, 1990:102)






Terdapat dua cirri umum gagasan politik dari masa klasik hingga masa pertengahan. Pertama cenderung diwarnai oleh pemikiran dari Yunani terutama konsep Plato. Kedua selain Al Farabi, mereka mendasarkan pemikiranya atas penerimaan terhadap sistem kekuasaan pada zaman mereka masing-masing (Sjadzali, 1990:42).
C.      POLITIK PADA ZAMAN MODERN
Terdapat tiga hal yang melatarbelakangi pemikiran politik Islam zaman modern ini. Yaitu mulai muncul pada waktu menjelang akhir abad XIX M.
1.        Kemunduran dan kerapuhan dunia Islam yang disebabkan oleh faktor-faktor internal, dan yang berakibat munculnya gerakan-gerakan pembaharuan dan pemurnian.
2.        Rongrongan Barat terhadap keutuhan kekuasaan politik an wilayah dunia Islam yang berakhir dengan dominasi atau penjajahan oleh Negara-negara Barat atas sebagian besar wilayah dunia Islam, dengan akibat rusaknya hubungan yang selama ini baik antara dunia Islam Barat dan berkembangnya dikalangan umat Islam semangat permusuhan dan sikap anti Barat.
3.        Keunggulan Barat dalam bidang ilmu, teknologi dan organisasi.
Tiga hal tersebut sangat berpengaruh dalam orientasi umum dari para pemikir politik Islam zaman modern ini dan mengakibatkan adanya keanekaragaman aliran pemikiran. Berikut adalah pemikiran politik Islam masa modern.
1.        Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha
Tiga pemikir ini mewakili satu aliran pikiran keagamaan Islam yang berpengaruh luas pada wakti itu, yakni Salafiah (Baru). Selain itu, mereka memiliki hubungan antara guru dengan murid. Dimana Abduh berguru kepada Afghani dan Ridha kepada Abduh (Sjadzali, 1990:116).
Tokoh Pemikir
Bentuk Pemerintahan
Corak Pemerintahan
Pelaksana Pemerintahan
Lain-lain
Jamaluddin Al-Afghani
Republik
Demokrasi
Adanya majlis perwakilan rakyat. Sumber kekuasaan kekuasaan adalah rakyat (Pulungan, 2002:287)
Salah satu sebab kemunduran umat Islam yang bersifat politis, yaitu pemerintah absolut.
Muhammad Abduh
Sistem pemerintahan disesuaikan dengan keandak umat melalui ijtihad serta tidak berdasarkan pada sistem syariat yang kaku.
Demokrasi
Rakyat sebagai sumber kekuasaan (Pulungan, 2002:287)
Menghendaki pprisip-prinsip ajaran Islam dapat dijalankan oleh kepala pemerintah dan menerapkan prinsip-prinsip Islam dengan penyesuaian pada situasi dan kondisi masyarakat.
Rasyid Ridha
Sistem Khalifah

Sumber kekuasaan tidak jelas (Pulungan, 2002:291)
Khalifah sebaiknya dari suku Quraisy. (Pulungan, 2002:292)
Pemikiran konservatif, terkait kepada tradisi dan pemikiran zaman klasik.

2.        Muhammad Husen Haikal (1888-1956 M)
Husen Haikal merupakan padam kelompok yang berpendapat bahwa Islam tidak menentukan sistem dan bentuk pemerintahan yang harus diikuti oleh umat. Sistem pemerintahan, Haikal berpendapat hendaknya sistem tersebut tidak menyalahi prinsip-prinsip ajaran Islam. Prinsip persamaan menjadikan seluruh manusia mempunyai hak yang sama untuk berpartisipasi dalam pemerintahan melalui musyawarah. Beliau juga membuat penguasa dan rakyat sama derajatnya didepan undang-undang dan didepan pemerintah dan larangan Allah (Pulungan, 2002:296).
Tujuan dari sistem pemerintahan yang Islami tersebut adalah merealisir prinsip-prinsip ajaran Islam yang erpijak pada keyakinan yang benar pada Allah, mengakui Sunnatllah  dialam semesta yang dapat diperoleh akal bebas manusia dan memikirkannya secara kontinu, saling tolong-menolong dan kerjasama atas dasar saling mencintai (Pulungan, 2002:299).
3.        Abdul Wahhab Khallaf
Kepemimpinan tertinggi dalam pemerintahan bukanlah hak Quraisy dan lainnya. Tetapi diserahkan kepada kehendak umat untuk memilih orang-orang yang akan memegang kepemimpinan tertinggi. Sendi-sendi pemerintahan dalam Islam adalah syura sebagai hokum dasar. Mengenai rinciannya diserahkan kepada umat untuk menetapkan sistemnya sesuai dengan keadaan, menentukan sistem pemilihan, syarat-syarat bagi orang yang akan dipilih dan teknis pelaksanaannya. Sendi-sendi ini mengisyaratkan bahwa rakyat merupakan sumber kekuasaan (Pulungan, 2002:301).
Selain itu, beliau juga berpendapat bahwa pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat dilakukan dengan jalan musyawarah sebagaimana syaria’at menjamin adanya kebebasan berpendapat. Oleh karena itu Islam menghendaki pemerintah konstitusional yang bersendikan musyawarah, kewenangan kepala Negara berasal dari rakyat, adanya pertanggung jawaban kepala Negara dan adanya pembagian kekuasaan. Adapun sumber hukum bagi pemerintahan Islam terdiri dari hokum dasar Ilahi yang diisyaratka Allah dalam kitabNya dan yang ditetapkan oleh lisan Rasulullah (Pulungan, 2002:302). 
4.        Ali Abdul Raziq (1888-1996)
  Riziq berpendapat bahwa peerintahan rasul bukanlah bagian dari tugas kerasulannya, melainkan tugas yang terpisah dari dakwah Islamnya dan berada diluar tugas kerasulannya. Fungsi Muhammad SAW sebagai Rasul tidak ada kaitannya dengan kekuasaan politik. Bila umat tunduk kepada Muhammad SAW menurut Riziq, ketundukan-ketundukan itu adalah ketundukan akidah dan keimanan, dan bukan ketundukan kepada kekuasaan dan pemerintahan. Artinya masyarakat yang dipimpin ole Rasul adalah masyarakat agama bukan masyarakat politik (Pulungan, 2002:305).
Riziq membenarkan bahwa Rasulullah memiliki kekuasaan yaitu kekuasaan yang bersifat umum. Karena itu pemerintahannya mesti ditaati kaum muslimin, dan pemerintahannya bersifat menyeluruh. Kekuasaan yang dimiliki Rasul adalah kekuasaan yang membimbing kepada agama Allah. Sedangkan kekuasaan raja adalah bersifat fisik yang berkaitan dengan pengaturan kemaslahatan manusia (Pulungan, 2002:307).
Selain itu, Riziq menolak sistem khilafah, menolak pendapat bahwa pendirian Negara wajib atas pertimbangan agama dan menolak pemerintahan agama. Yang ada hanya pemerintahan duniawi dan kekuasaan duniawi (Pulungan, 2002:308).
D.     KESIMPULAN
Tokoh-tokoh pemikir politik islam pada zaman klasik diantaranya Ibnu Abi Rabi’, Farabi, Mawardi dan Alghazali. Sedangkan tokoh pemikir politik pada masa pertengahan adalah Ibnu Khaldun dan Ibnu Taimiyah. Terdapat dua cirri umum gagasan politik dari masa klasik hingga masa pertengahan. Pertama cenderung diwarnai oleh pemikiran dari Yunani terutama konsep Plato. Kedua selain Al Farabi, mereka mendasarkan pemikiranya atas penerimaan terhadap sistem kekuasaan pada zaman mereka masing-masing
Tokoh-tokoh pemikir politik pada masa modern diantaranya adalah Afghani, Muhammad Abduh, Ridha, Ali Abdul Rasiq dan Muhammad Husen Kamil. Terdapat tiga hal yang melatarbelakangi pemikiran politik Islam zaman modern ini. Yaitu pertama, kemunduran dan kerapuhan dunia Islam yang disebabkan oleh faktor-faktor internal, dan yang berakibat munculnya gerakan-gerakan pembaharuan dan pemurnian. Kedua, rongrongan Barat terhadap keutuhan kekuasaan politik an wilayah dunia Islam yang berakhir dengan dominasi atau penjajahan oleh Negara-negara Barat atas sebagian besar wilayah dunia Islam, dengan akibat rusaknya hubungan yang selama ini baik antara dunia Islam Barat dan berkembangnya dikalangan umat Islam semangat permusuhan dan sikap anti Barat. Ketiga, keunggulan Barat dalam bidang ilmu, teknologi dan organisasi.




DAFTAR PUSTAKA




Sjadzali, Munawir. 1990. Islam Dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: UI-Press.

Pulungan, Suyuthi. 2002. Fiqih Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Triono. Corak Pemikiran Politik Dalam Islam: Zaman Klasik, Pertengahan dan Kontemporer.(Online). (portalgaruda.org/download_article.php?)

0 komentar