Strategi Peningkatan Kinerja Penyuluh Agama Islam

 Menyimpan tulisan lama tahun 2021


Urgensi Penyuluh Agama Islam Non PNS

PAI Non PNS memainkan peranan strategis dalam memperkuat kehidupan beragama warga masyarakat dengan tugas untuk melakukan bimbingan dan penyuluhan melalui pendekatan bahasa agama dengan menjalankan fungsinya secara optimal meliputi,

1.        Fungsi Edukatif : Tidak sekedar melaksanakan bimbingan pengamalan agama yang sesuai Al-Qur’an dan Al-Sunnah, namun dilakukan secara terencana dan mencapai target.

2.        Fungsi Informatif: Menyampaikan pesan-pesan dan gagasan pembangunan sesuai dengan syari’at Islam yang dipertanggungjawabkan baik secara langsung/melalui media digital online

3.       Fungsi Konsultatif: menyediakan dirinya untuk memikirkan dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, baik secara pribadi maupun kelompok;

4.       Fungsi Advokatif: memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk melakukan kegiatan advokasi (pembelaan) terhadap umat/masyarakat dari berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang dapat menggoyahkan aqidah, mengganggu pelaksanaan ibadah dan merusak akhlak dan tatanan moral umat/masyarakat;

Peran PAI Non PNS sangat kompleks, mengingat berbagai hal membutuhkan pendekatan dalam perspektif agama. PAI Non PNS merupakan ujung tombak untuk menjawab berbagai tantangan baik dalam tingkat mikro (individual), messo (lintas sektoral), maupun makro (masyarakat). Pada tingkat mikro, penyuluhan agama dapat meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama, serta memahami cara untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Tingkat messo, penyuluhan agama berperan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan (lingkungan hidup), meningkatkan pemahaman tentang pentingnya kebersihan (kesehatan), meningkatkan pemahaman masyarakat akan berbagai aspek agama dalam pertanian seperti praktek mudharabah, musyarakah, zakat pertanian dan sebagainya (pertanian). Di tingkat makro dapat mencegah munculnya radikalisme, dan mencegah meluasnya pengaruh aliran sesat. Keberadaan PAI Non PNS penting sebagai kepanjangan tangan Kemenag dalam menjalankan amanah perundang-undangan pada sektor terbawah.

 

 

Optimalisasi Kinerja Profesi Penyuluh Agama Islam Non PNS

 

Kementerian Agama telah memprogramkan peningkatan kuantitas PAI Non PNS dengan merekrut tenaga penyuluh agama baik PNS maupun Non-PNS. Saat ini, Indonesia memiliki sejumlah 45.000 PAI Non PNS yang tersebar pada 503 kabupaten/kota di 34 Provinsi dengan rincian sebagaimana tabel 1.   

Tabel 1 Jumlah PAI Non PNS di Indonesia Berdasarkan Gender dan Pendidikan

 

 

Peningkatan kuantitas PAI Non PNS harus diimbangi dengan kualitas kinerja. Kementerian Agama sebagai institusi pembina PAI Non PNS terus berupaya mengoptimalisasi peran PAI Non PNS untuk mencapai kinerja yang terukur. Terlebih tantangan kehidupan sosial keagamaan masyarakat saat ini semakin dinamis, sehingga membutuhkan respon cepat yang berkualitas.

Berbagai upaya peningkatan kinerja PAI Non PNS telah dilakukan oleh Kementerian Agama, perbaikan modul pedoman penyuluhan agama Islam, penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dengan berbagai stakeholder untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi PAI Non PNS, serta memperkuat regulasi.

Ditjen Bimas Islam telah menandatangani sejumlah 15 (lima belas) perjanjian kerjasama dengan berbagai pihak sebagai upaya peningkatan kapasitas dan kompetensi PAI Non PNS, yaitu dengan 11 PTKIN Indonesia, Kemkominfo, Kemenkumham, BNPT, dan PUSAD Paramadina.

Penyuluh Agama Islam sebagai corong terdepan Kementerian Agama menjadi cerminan kinerja Kementerian Agama. Sebagai ikon wajah dari Kementerian Agama yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, hal yang wajar jika banyak kritik dan saran dari masyarakat kepada Kementerian Agama terkait kinerja PAI Non PNS. Adanya kritik dan saran tersebut bukan berarti memberikan penilaian bahwa PAI Non PNS tidak memiliki kontribusi dan prestasi dalam kinerjanya. Banyak PAI Non PNS dengan inovasinya mampu menorehkan prestasi, seperti dalam pengentasan buta aksara al-quran, mampu memanajemen penanganan konflik SARA di masyarakat, memberikan bimbingan kontinu bagi para narapidana di Rutan, pemberdayaan ekonomi umat, dan sebagainya. Secara umum, PAI Non PNS telah banyak berkontribusi bagi pembangunan nasional. Akan tetapi, kinerja PAI Non PNS tersebut belum dapat terukur dengan jelas. Faktanya, besarnya beban kerja yang ditanggung oleh Penyuluh Agama Islam, tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima. Akibatnya, profesi Penyuluh Agama Islam hanya menjadi pekerjaan sampingan.

Atas berbagai latar belakang tersebut, maka Direktorat Penerangan Agama Islam memandang penting untuk dilakukan peningkatan kinerja PAI Non PNS. Dalam rangka meningkatkan kinerja PAI Non PNS, maka dapat dilakukan 3 upaya, antara lain:

 

Pertama, menaikkan honorarium PAI Non PNS dengan pilihan menaikkan Honor sesuai UMP/UMR atau menaikkan rata seluruhnya sebesar 2.000.000/perbulan;

               Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu unsur terpenting dalam suatu organisasi baik pemerintahan maupun perusahaan. Kualitas SDM menjadi penentu atas keberhasilan atau kemunduran organisasi. Suatu organisasi akan dapat berjalan apabila SDM yang ada mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Dengan kata lain, faktor SDM menjadi peran utama dalam setiap organisasi, sehingga dibutuhkan SDM berkualitas yang memiliki kompetensi tinggi dan ketrampilan serta inovasi jika suatu organisasi ingin maju. Agar tercapai tingkat kualitas SDM yang diinginkan, diperlukan support system yang baik diantaranya adalah gaji/honorarium, karena gaji menunjang dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Jika gaji yang didapatkan tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup yang mendasar (sandang, papan, pangan), pegawai akan mencari pekerjaan sampingan lain guna mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga pekerjaan utama akan dikerjakan tidak sepenuh hati. 

Maslow menjelaskan dalam teorinya, penghargaan menempati posisi keempat dari piramida hirearki Maslow. Kebutuhan penghargaan meliputi harga diri, otonomi diri (kebebasan dalam menentukan pilihan), pengakuan atas kinerja, dll, sehingga jelas bahwa menaikkan gaji merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia. Jika ditelaah lebih lanjut, kebutuhan penghargaan ini berimplikasi terhadap self esteem. Self esteem merupakan keyakinan dalam menilai diri sendiri pada seseorang atas pengakuan dan perlakuan orang lain terhadap dirinya (dalam konteks ini adalah apresiasi pimpinan terhadap bawahannya). Semakin rendah apresiasi yang diberikan, semakin kecil pula self esteem pada seseorang sehingga tidak ada motivasi untuk membangun kompetensi diri. Konsekuensi yang terjadi, organisasi akan mengalami stagnasi bahkan kemunduran karena rendahnya kompetensi pada Sumber Daya Manusianya. Dari analisa ini, kami berkesimpulan bahwa dengan menaikkan gaji, akan dapat meningkat kinerja SDM dalam organisasi.

Kenaikan honorarium Penyuluh Agama Islam dapat dilakukan dalam 2 kategori, sesuai UMR yang berlaku di daerah masing-masing, atau menaikkan gaji menjadi 2 juta rupiah yang sebelumnya hanya 1 juta rupiah. Perbedaan penentuan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pada masing-masing kabupaten, bisa menjadi dasar kenaikan honorarium sesuai UMR. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 2, bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun, dengan mempertimbangkan terbatasnya jumlah anggaran yang diterima oleh Kementerian Agama, bahwa kenaikan gaji menjadi 2 juta bisa dianggap sebagai titik temu dalam ikhtiar meningkatkan kompetensi Penyuluh Agama Islam.

 

Kedua, Membuat Aplikasi Pelaporan Kinerja Penyuluh Agama Islam Non PNS;

Telah dijelaskan di atas bahwa sumber daya manusia menjadi salah satu unsur terpenting dalam suatu organisasi. Keberadaan suatu organisasi pada hakikatnya untuk mencapai tujuan. Tujuan itu haruslah dideskripsikan dengan jelas sehingga menjadi tolak ukur keberhasilan atau kegagalan dalam proses pencapaian tujuan itu. Untuk mengawal pencapaian tujuan tersebut, manjadi tugas pemimpin organisasi untuk menghandle keseluruhan kinerja pegawai melalui pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja merupakan proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya termasuk efisiensi sumber daya dalam menghasilkan output kinerja yang sesuai dengan aturan yang berlaku.

Upaya untuk memudahkan proses pengukuran kinerja tersebut dalah satunya dengan inovasi berbasis teknologi. Kehadiran inovasi dalam teknologi sangat membantu dalam melakukan pengukuran kinerja pegawai. Dari yang sebelumnya manual berbasis kertas dan harus dilakukan di kantor, dengan adanya inovasi teknologi dapat menghemat anggaran operasional dan dapat dilakukan dimana saja. Salah satu bentuk inovasi tersebut adalah dengan pembuatan aplikasi pelaporan kinerja Penyuluh Agama Islam Non PNS. Dengan aplikasi tersebut, PAI Non PNS tidak perlu mengeluarkan uang transport ataupun pengiriman paket untuk berkas laporan kinerja penyuluh ke kantor Kankemenag, Kanwil, maupun Pusat. Kehadiran aplikasi juga membantu dalam efisiensi dan efektifitas pengukuran kinerja, dan proses pemilihan yang lebih selektif. Dengan adanya pembuatan aplikasi pelaporan kinerja Penyuluh Agama Islam, kinerja Penyuluh Agama Islam bisa diukur secara realtime tidak hanya berdasarkan presensi kehadiran saja. Aplikasi ini juga bermanfaat dalam meringankan beban Penyuluh Agama Islam dalam pembuatan laporan. Aplikasi ini pun harus diiringi dengan upaya peningkatan kapasitas dan kompetensi individual PAI Non PNS baik melalui modul ataupun silabus. Dengan perpaduan yang ideal ini, kinerja Penyuluh Agama Islam semakin terarah dan tepat sasaran, sehingga mampu menghasilkan kinerja yang terukur secara nyata, jelas, dan transparan.

 

Ketiga, Rasionalisasi Jumlah PAI Non PNS berdasarkan Tipologi KUA.

Fakta lapangan tentang tinginya beban kerja PAI Non PNS harus direspon. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan merasionaliasi jumlah PAI Non PNS. Hal tersebut penting dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Agama.

Penetapan jumlah Penyuluh Agama Islam Non PNS di Indonesia saat ini belum dapat mengakomodir variabel persolan keagamaan suatu daerah, kondisi luas wilayah dan kondisi geografis terdalam, terluar, dan kepulauan, serta jumlah penduduk muslim menjadi hal penting dalam aspek yang harus dipertimbangkan. Sebab, hal itu akan mempengaruhi kualitas pelayanan dalam penyuluhan kelompok binaan pada suatu daerah. Harus ada proporsi yang pas dalam penetapannya, karena kuantitas mampu mempengaruhi kualitas. Untuk memudahkan penetapan jumlah Penyuluh Agama Islam Non PNS, tipologi KUA dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif acuan dalam penetapannya. Ada dua hal kenapa tipologi KUA bisa dijadikan sebagai acuan dalam penetapan jumlah Penyuluh Agama Islam Non PNS. Pertama, karena pembagian tipologi KUA didasarkan pada jumlah peristiwa nikah, jumlah penduduk yang beragama Islam, serta indikator luas wilayah dan kondisi geografis terdalam, terluar, dan kepulauan. Didasarkan pada letak geografis suatu daerah dan jumlah peristiwa nikah tiap bulan di suatu kecamatan. Dengan mengetahui jumlah peristiwa nikah tiap bulan pada suatu kecamatan, bisa dilihat kepadatan penduduk muslim suatu daerah. Kedua, kehadiran pembagian tipologi KUA memudahkan dalam melakukan riview terhadap support system dan penilaian kinerja penyuluh.

 

 

Urgensi Menaikan Honor Penyuluh Agama Islam Non PNS

 

Grid Analysis – William Dunn

 

No

Analysis

Efektifitas

Efisiensi

Responsivitas

Total

 

40%

30%

30%

1

Menaikkan Honor Penyuluh Agama Islam Non PNS

8

7

9

8

3.2

2.1

2.7

2

Membuat Aplikasi Pelaporan Kinerja Penyuluh Agama Islam Non PNS

7

8

6

7

2.8

2.4

1.8

3

Rasionalisasi Jumlah PAI Non PNS berdasarkan Tipologi KUA

6

8

8

7.2

2.4

2.4

2.4

Ket:

Skor 1 (nilai Minimal) - Skor 10 (nilai Maksimal)

 

Implikasi Kenaikan Honor Terhadap Potensi Kinerja Penyuluhan Agama Islam Non PNS

Kenaikan honor bagi PAI Non PNS bertujuan untuk meningkatkan kinerja bimbingan dan penyuluhan. Dalam mewujudkan tujuan tersebut, Direktorat Penerangan Agama Islam merumuskan strategi diantaranya peningkatan potensi kinerja yang dibarengi dengan peningkatan kapasitas dan kompetensi serta penguatan melalui regulasi. Peningkatan potensi kinerja PAI Non PNS juga terjadi dari adanya program Revitalisasi KUA, yaitu.

1.     Menambahkan fungsi administratif, yaitu PAI Non PNS berkewajiban melaksanakan  seluruh kegiatan bimbingan dan penyuluhan mulai dari perencanaan, pelaksanaan tugas hingga pelaporan secara tertulis ataupun e-pai beserta bukti fisik.

2.     Menambah bidang spesialisasi dari 8 bidang menjadi 12 bidang, sebagaimana amanat undang-undang.

a.     Bidang Pemberdayaan Ekonomi;

b.     Bidang Anti Korupsi;

c.      Bidang Moderasi Beragama;

d.     Bidang Haji dan Umrah;

e.      Bidang Pemberantasan Buta Huruf al-Qur’an;

f.       Bidang Keluarga Sakinah;

g.      Bidang Pemberdayaan Zakat;

h.     Bidang Pemberdayaan Wakaf;

i.       Bidang Produk Halal;

j.       Bidang Kerukunan Umat Beragama;

k.     Bidang Pencegahan Gerakan dan Aliran Keagamaan Bermasalah;

l.       Bidang Pencegahan NAPZA dan HIV/AIDS.

3.     Menambah jumlah kelompok sasaran yang wajib dipenuhi oleh PAI Non PNS, dari kewajiban minimal 2 kelompok sasaran menjadi 3 kelompok sasaran dengan ketentuan 2 kelompok sasaran umum dan 1 kelompok sasaran khusus.

4.     Kewajiban penyuluhan tatap muka pada kelompok sasaran dengan ketentuan sebagai berikut,

a.       Kelompok masyarakat perkotaan/pedesaan : minimal 10 kali tatap muka.

b.       Kelompok masyarakat daerah tertinggal, terdepan, dan terluar minimal 4 kali perbulan.

5.     Kewajiban melakukan Layanan PAI Non PNS di KUA berdasarkan ketentuan Tipologi KUA sebagai berikut,

a.      PAI Non PNS yang berkedudukan pada KUA Tipologi A wajib absensi minimal 4 kali dalam seminggu;

b.     PAI Non PNS yang berkedudukan pada KUA Tipologi B wajib absensi minimal 3 kali dalam seminggu;

c.      PAI Non PNS yang berkedudukan pada KUA Tipologi C wajib absensi minimal 2 kali dalam seminggu;

d.     Ketentuan Absensi bagi PAI Non PNS yang berkedudukan pada KUA Tipologi D1 dan Tipologi D2 diserahkan pada kebijakan pimpinan setempat.

6.     Optimalisasi layanan Penyuluh Agama Islam dalam mewujudkan program Revitalisasi KUA yaitu KUA sebagai pusat layanan keagamaan yang prima, kredibel dan moderat dalam rangka peningkatan kualitas kehidupan umat beragama,

a.      Program dan layanan urusan agama islam dan pembinaan syari’ah meliputi,

1)    Hisab rukyat dan syari’ah, terdiri dari layanan verifikasi arah kiblat, layanan rohaniawan, layanan konsultasi syariah, serta layanan jadwal sholat dan imsakiyah.

2)    Kemasjidan, terdiri dari layanan pendaftaran ID Nasional Masjid berbasis SIMAS bagi masjid dan musholla, layananpenerbitan surat keterangan terdaftar pada SIMAS, layanan penerbitan surat rekomendasi bagi masjid mushala terkait bantuan, layanan perbaikan/penambahan data profil masjid/mushalla pada SIMAS, layanan bimtek SIMAS, dan sosialisasi regulasi kemasjidan.

3)    Bina paham keagamaan dan konflik, terdiri dari layanan konsultasi paham keagamaan, layanan advokasi pendampingan konflik paham keagamaan, serta layanan deteksi dan respondini konflik paham keagamaan. 

4)    Kepustakaan islam, terdiri dari layanan bantuan buku kepustakaan islam, bimbingan teknis tenaga kepustakaan islam, dan layanan penelaahan buku umum keagamaan islam.

b.     Layanan Wakaf di KUA, meliputi legalitas tanah wakaf; pendataan dan digitalisasi wakaf; pengarsipan dan pengamanan harta benda wakaf; pendataan dan pembinaan nadzir; serta layanan konsultasi sosialisasi literasi wakf.

c.      Layanan Zakat di KUA, meliputi layanan konsultasi, sosialisasi, dan literasi zakat; pendataan dan pembinaan amil; optimalisasi pengumpulan zakat melalui UPZ BAZNAS; serta peningkatan pemberdayaan zakat berbasis kelompok masyarakat.

 

0 komentar