Urgensi Hubungan Bawaslu dengan Pemantau Pemilu, Mewujudkan Pemilu Berintegritas


Oleh liawardahna

IKHTISAR - Bawaslu dengan Lembaga Pemantau Pemilu memiliki korelasi hubungan yang sangat dekat. Dimana tugas Bawaslu sama dengan tugas lembaga pemantau yaitu pengawasan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan hukum berlaku. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pengawasan Pemilu harus merata ke semua lapisan. Peningkatan tersebut dapat ditandai dengan masifnya sikap penolakan akan pelanggaran Pemilu serta meningkatnya sikap berani melaporkan pelanggaran Pemilu yang terjadi disekitarnya. Pada level lebih tinggi, munculnya sikap masyarakat yang tidak ingin melewatkan pesta demokrasi tanpa terlibat aktif di dalamnya. Masyarakat memiliki semangat dalam pengawasan Pemilu dengan melibatkan diri secara aktif dengan menjadi anggota Pemantau Pemilu. Sudut pandang yang sama inilah kemudian menjadi salah satu alasan Bawaslu dan Lembaga Pemantau Pemilu untuk bersatu padu mencapai satu tujuan, yaitu Pemilu demokratis yang berintegritas ditandai dengan penyelenggaraan Pemilu tanpa pelanggaran dan terpilihnya pemimpin yang menjadi kehendak rakyat, yaitu pemimpin amanah yang mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan. Oleh karena adanya visi misi yang sama tersebut, maka sinergitas Bawaslu dengan pemantau Pemilu penting ditingkatkan. 




Latar Belakang

Keberadaan Pemilihan Umum (Pemilu) adalah ciri paling mendasar dari sebuah negara demokrasi. Sekalipun bukan satu-satunya aspek dalam demokrasi, namun Pemilu merupakan satu bagian yang sangat penting, karena Pemilu berperan sebagai mekanisme perubahan politik mengenai pola dan arah kebijakan publik dan/atau mengenai sirkulasi elit secara periodik dan tertib (Surbakti dkk, 2008: 12).

Pemilu 2019 di Indonesia merupakan sarana demokrasi bagi masyarakat untuk memilih Presiden, Wakil Presiden, Kepala Daerah, dan anggota DPR/DPRD serta DPD. Dalam menjaga kedaulatan rakyat, penting adanya pengawasan dalam penyelenggaraan Pemilu. Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum dijelaskan bahwa pengawasan penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

UU Pemilu sebagai legal formal mengatur secara jelas pembentukan Bawaslu dari tingkat Pusat hingga Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang mempunyai tugas pengawasan penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan tingkatannya. Walaupun telah memiliki struktur hingga tingkat bawah, namun jika dibandingkan jumlah sumber daya manusia pengawas Pemilu yang ada dengan tugas, fungsi, dan kewajiban kelembagaan maka sumber daya pengawas Pemilu saat ini masih kurang dari yang diharapkan. Terlebih jika dikaitkan dengan objek pengawasan Pemilu, maka sumber daya manusia pengawas Pemilu tidak seimbang dengan jumlah objek pengawasan Pemilu tersebut.

Pendapat tersebut dapat dikuatkan dengan masih banyaknya kasus pelanggaran Pemilu yang terjadi. Berdasarkan data penindakan pelanggaran Bawaslu Kabupaten Semarang, selama tahapan Pemilu 2019 Bawaslu memproses 4 laporan dan 4 temuan. Jenis pelanggaran yang diproses bermacam-macam, yaitu pelanggaran administrasi, pelanggaran Pidana, dan pelanggaran perundang-undangan lainnya. Selain itu, wilayah Kabupaten Semarang juga tidak terhindar dari masalah isu Sara. Walaupun isu ini tidak lahir dari wilayah Kabupaten Semarang, namun sejumlah 71 Desa/Kelurahan menjadi penerima dropping Tabloid Indonesia Barokah sebanyak 1.207 eksemplar. Tabloid diduga berisi konten yang merugikan salah satu paslon, sehingga menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat.

Dalam meminimalisir berbagai permasalahan Pemilu tersebut, Bawaslu memiliki kewajiban dalam mengembangkan pengawasan Pemilu partisipatif. Kewajiban tersebut diharapkan mampu menjadi strategi untuk dapat meng-cover seluruh objek pengawasan dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif dan efektif.

Dalam tulisan ini, penulis mempertegas korelasi hubungan pemantau Pemilu dengan Bawaslu dalam mewujudkan Pemilu yang demokratis dan berintegritas.


Hubungan Bawaslu dengan Pemantau Pemilu

Fenomena Pemilu di Indonesia menunjukkan bahwa Pemilu tidak bisa lepas dari berbagai pelanggaran kecurangan. Pelanggaran yang terjadi semakin kompleks. Politik uang tidak lagi menjadi kasus utama, isu Sara digunakan sebagai bahan kampanye hitam berkembang secara luas sehingga meresahkan warga. Hal tersebut tentu akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang lahir dari proses demokrasi yang tidak berintegritas dimana asas Luber dan Jurdil tidak diamalkan dengan baik. Untuk meminamilisir terjadinya pelanggaran Pemilu, salah satunya adalah melibatkan masyarakat dalam pengawasan Pemilu, sehingga masyarakat ikut serta mengawal hak pilihnya bukan hanya menunggu hasil semata. 

Salah satu fungsi Bawaslu adalah melakukan pengawasan tahapan dan pencegahan pelanggaran Pemilu. Terdapat fungsi Bawaslu yang strategis dan signifikan, yaitu mengutamakan upaya pencegahan dalam menghindari potensi pelanggaran Pemilu. Untuk itu, Bawaslu menekankan usaha melalui langkah preventif, sebelum dilakukan langkah kuratif atau represif.

Permasalahan sosial yang terjadi saat ini yaitu kecenderungan masyarakat bersikap pragmatis. Masyarakat lebih memilih menjadi relawan atau tim kampanye partai politik dengan kompensasi yang lebih besar ketimbang menjadi relawan pengawas atau pemantau Pemilu. Perlu dilakukan sikap perlawanan terhadap sikap apatisme masyarakat dalam menyikapi pelanggaran Pemilu. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari meluasnya sindrom criminaloid pelaku pelanggaran Pemilu.

Menjadi tugas Bawaslu dan lembaga pemantau untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengawasan Pemilu. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pengawasan Pemilu harus merata ke semua lapisan. Peningkatan tersebut dapat ditandai dengan masifnya sikap penolakan akan pelanggaran Pemilu serta meningkatnya sikap berani melaporkan pelanggaran Pemilu yang terjadi disekitar kita. Pada level lebih tinggi, munculnya sikap masyarakat yang tidak ingin melewatkan pesta demokrasi tanpa terlibat aktif di dalamnya. Masyarakat memiliki semangat dalam pengawasan Pemilu dengan melibatkan diri secara aktif dengan menjadi anggota Pemantau Pemilu.

Lembaga Pemantau Pemilu menjadi salah satu pilar dalam pengawalan proses pelaksanaan Pemilu. Pemantauan Pemilu oleh masyarakat sipil menjadi sebuah tradisi penting dalam menciptakan iklim Pemilu yang jurdil dan demokratis.

Sudut pandang yang sama inilah kemudian menjadi salah satu alasan Bawaslu dan Pemantau Pemilu untuk bersatu padu mencapai satu tujuan, yaitu Pemilu demokratis yang berintegritas. Terpilihnya pemimpin yang menjadi kehendak rakyat, yaitu pemimpin amanah yang mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan.


Tantangan Peningkatan Pengawasan Partisipatif

Berbagai problem terkait pengawasan banyak terjadi. Pertama, menjadi tantangan utama adalah sikap apatis masyarakat dalam menyikapi pengawasan partisipatif ataupun pemantauan Pemilu. Masyarakat cenderung acuh terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di sekitar. Minimnya sikap kepedulian masyarakat terhadap pelanggaran yang terjadi karena sikap takut melibatkan diri lebih dalam dengan menjadi seorang pelapor.

Kedua, Akreditasi Pemantau Pemilu mewajibkan adanya kemandirian pendanaan. Hal tersebut bertujuan agar terhindar dari intervensi Politik yang mementingkan salah satu pihak. Di lain sisi, kewajiban kemandirian pendanaan tersebut menjadi salah satu hambatan. Utamanya bagi organisasi mayarakat maupun organisasi mahasiswa yang belum mampu mandiri secara finansial. Mereka yang memiliki semangat lebih dalam pengawasan Pemilu tidak dapat berpartisipasi karena tidak memiliki dana. Tentu, regulasi ini menjadi salah satu faktor penghambat yang mendukung sikap keapatisan masyarakat dalam pengawasan Pemilu.

Faktanya, pemantau Pemilu yang terakreditasi belum semuanya mampu meng-handle anggota Pemantau Pemilu secara baik. Dalam hal pendanaan, sejumlah 8 orang Pemantau Pemilu di Kabupaten Semarang bekerja secara sukarela dalam tugas pemantauannya, namun Pemantau Pemilu mengaku bangga menjadi relawan pemantauan tanpa mendapatkan bayaran.

Selain itu, laporan hasil Pemantauan Pemilu masih minim. Hal tersebut karena laporan masih berupa data mentah yang belum diolah atau dianalisis lebih lanjut. Beberapa anggota Pemantau Pemilu mengaku kesulitan dalam menarasikan hasil Pemantauan. Selain itu, mereka mengaku belum begitu paham dengan teknis pengawasan. Walaupun sudah dibekali beberapa pengetahuan dari Bawaslu Kabupaten Semarang, serta diberikan form pengawasan dari KPI (Koalisi Perempuan Indonesia), namun bekal tersebut nyatanya masih belum mampu memahamkan anggota Pemantau Pemilu yang terjun ke lapangan. Oleh karena itu, lembaga Pemantau Pemilu perlu lebih selektif dalam menjaring anggota.

Berbagai uraian di atas, memperjelas pentingnya penguatan sinergitas Bawaslu dengan Pemantau Pemilu dalam rangka membangun pengawasan partisipatif masyarakat.
 


0 komentar