Liawardahna
  • Beranda
  • Literasi
  • Hukum
  • Sajak
  • Personal Blog
  • Empunya


Pendahuluan

Penilaian kinerja merupakan salah satu aspek penting dalam evaluasi kerja Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Islam (JF PAI). Melalui evaluasi kinerja, diukur kemajuan dan kontribusi ASN dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Seiring dengan bergulirnya regulasi terkini, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor 1 Tahun 2023, merubah proses evaluasi kinerja Pegawai ASN. Sebelumnya, kinerja Jabatan Fungsional berfokus pada butir-butir kegiatan yang memiliki angka kredit disetiap kegiatannya dan membutuhkan penilaian berdasarkan pengajuan Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK). Namun, kini pendekatan lebih terfokus pada evaluasi hasil kualitas kinerja, ekspektasi atasan, dan perilaku individu yang pendapatan angka kreditnya dilakukan melalui konversi predikat nilai Sasaran Kerja Pegawai (SKP). Artinya, proses penetapan nilai angka kredit didapatkan dari capaian hasil penilaian SKP. 
Lebih dalam terkait penilaian kinerja, Pasal 37 ayat 1 dari regulasi tersebut menetapkan bahwa predikat kinerja akan menjadi dasar perolehan angka kredit (AK) tahunan. Skala nilai yang diberikan juga menjadi penentu besaran koefisien angka kredit, di mana predikat sangat baik mendapatkan nilai 150%, baik setara dengan 100%, cukup/butuh perbaikan setara dengan 75%, dan predikat kurang serta sangat kurang masing-masing setara dengan 50% dan 25%. 
Dalam pengimplementasian aturan baru ini, penting sekali bagi pejabat penilai untuk memiliki kemampuan dan pemahaman yang memadai dalam melakukan penilaian kinerja. Penilaian ini akan berdampak pada kenaikan pangkat dan jenjang jabatan fungsional.
Namun, perkara yang belum jelas adalah siapa sebenarnya pejabat yang berwenang menilai Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Islam. Beberapa pendapat muncul terkait hal ini. Pertama, terdapat pendapat yang menyatakan bahwa penilainya seharusnya dilakukan oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 912 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Agama. Pendapat ini beranggapan bahwa Kepala KUA lebih dekat dengan pekerjaan lapangan Penyuluh Agama Islam dan memiliki pemahaman yang lebih baik terkait tugas dan tanggung jawab mereka.
Di sisi lain, terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa penilainya seharusnya dilakukan oleh Kepala Seksi (Kasi) yang membidangi Kepenyuluhan Agama Islam pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Pendapat ini berargumen bahwa Kasi memiliki otoritas dan pengetahuan yang diperlukan dalam melakukan penilaian terhadap Penyuluh Agama Islam, serta dapat melihat secara menyeluruh kinerja Penyuluh di wilayah terkait. Hal tersebut juga mengacu dengan berpedoman pada Pasal 2 ayat (1) Permenpan 1 Tahun 2023 dimana Penjabat Fungsional, termasuk JF Penyuluh Agama Islam, memiliki kedudukan di bawah Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas. 
Namun, kerumitan kembali muncul dengan tambahan keterangan pada Pasal 2 ayat (2) dan (3) Permenpan 1 Tahun 2023, dimana Pejabat Fungsional bisa ditugaskan untuk memimpin unit organisasi dan memiliki kedudukan di bawah Pejabat Fungsional yang memimpin unit tersebut.
Perbedaan pendapat ini menimbulkan kebingungan dan kekaburan dalam kebijakan dan praktik evaluasi kinerja Penyuluh Agama Islam. Oleh karena itu, penting untuk mencari kejelasan terkait siapa pejabat penilai yang berhak menilai SKP Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Islam. Dalam artikel ilmiah ini, akan dilakukan penelusuran terhadap kekaburan ini dan mencari solusi yang dapat mengatasi permasalahan ini.


Analisis Kedudukan dan Fungsi KUA Kecamatan

PMA Nomor 34 Tahun 2016 dengan tegas menyatakan kedudukan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan sebagai unit pelaksana teknis pada Kementerian Agama yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan secara operasional dibina oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota (Pasal 1 ayat (1)). 
Selanjutnya, dalam konteks tugas dan fungsi, PMA Nomor 34 Tahun 2016 merinci sembilan fungsi utama dan satu fungsi tambahan KUA Kecamatan yaitu, (1) pelaksanaan pelayanan, pengawasan, pencatatan, dan pelaporan nikah dan rujuk; (2) penyusunan statistik layanan dan bimbingan masyarakat Islam; (3) pengelolaan dokumentasi dan sistem informasi manajemen KUA Kecamatan; (4) pelayanan bimbingan keluarga sakinah; (5) pelayanan bimbingan kemasjidan; (6) pelayanan bimbingan hisab rakyat dan pembinaan syariah; (7) pelayanan bimbingan dan penerangan agama Islam; (8) pelayanan bimbingan zakat dan wakaf; (9) pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KUA Kecamatan, serta layanan bimbingan manasik haji bagi Jemaah Haji Reguler. Selanjutnya, Pasal 3 menekankan koordinasi KUA Kecamatan oleh Kepala Seksi atau Penyelenggara yang membidangi Urusan Agama Islam di Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
Melihat ketentuan pada PMA Nomor 34 Tahun 2016, jika ditarik keterkaitan antara tugas dan fungsi KUA Kecamatan dengan JF PAI maka diketahui bahwa meskipun PMA ini menyatakan bahwa ruang lingkup tugas KUA Kecamatan sudah mencakup tugas dan fungsi Penyuluh Agama Islam, perlu dicatat bahwa PMA Nomor 34 tahun 2016 tidak secara eksplisit menyebutkan tanggung jawab kelompok jabatan fungsional kepada Kepala KUA. Sementara dijelaskan secara eksplisit bahwa Petugas Tata Usaha berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala KUA Kecamatan.
Adapun menilik PMA Nomor 34 Tahun 2016 dijelaskan bahwa dalam susunan organisasi KUA Kecamatan terdiri dari 3 jenis jabatan yaitu Kepala KUA Kecamatan, Petugas Tata Usaha, dan Kelompok Jabatan Fungsional, termasuk di dalamnya yaitu JF PAI. 


Membahas Keputusan Menteri Agama Nomor Nomor 912 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Agama, pada diktum ketiga Peraturan ini, disebutkan bahwa KMA ini berlaku untuk penyusunan SKP dan penilaian kinerja pegawai negeri sipil tahun 2021 mengikuti ketentuan sebagaimana Surat Edaran MenpanRB Nomor 3 Tahun 2021 tentang penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai dan penilaian kinerja pegawai negeri sipil tahun 2021. Maka peraturan ini berlaku terbatas pada Tahun 2021 saja. Pada Tahun 2023 ini, penyusunan SKP berpedoman pada Permenpan Nomor 6 Tahun 2022. 
Sebelumnya dalam peraturan ini disebutkan bahwa dalam hal Penilaian SKP Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Islam dilakukan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan dengan atasan Pejabat Penilai yang ditentukan yaitu Kepala Kankemenag Kabupaten/Kota. 


Mendorong Kepastian Kedudukan dan Tanggung Jawab JF PAI di Era Permenpan Nomor 1 Tahun 2023
Sebagai akhir pembahasan, perlu ditekankan pentingnya mendorong kepastian kedudukan dan tanggung jawab JF PAI dalam implementasi Permenpan Nomor 1 Tahun 2023. Pasal 2 ayat (1) menggarisbawahi bahwa Pejabat Fungsional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas JF. Hal ini memberikan landasan yang jelas untuk arah kepemimpinan dan pertanggungjawaban.
Pentingnya penekanan ini semakin terlihat melalui Pasal 2 ayat (2) yang memberikan fleksibilitas, di mana Pejabat Fungsional dapat ditugaskan untuk memimpin suatu unit organisasi berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Namun, seiring dengan itu, Pasal 2 ayat (3) turut menjelaskan bahwa jika Pejabat Fungsional berada dalam Unit Organisasi yang dipimpin oleh sesama Pejabat Fungsional, maka hierarki kepemimpinan dapat disesuaikan sesuai dengan struktur organisasi yang ada.

Rekomendasi pada era Permenpan Nomor 1 Tahun 2023 adalah fleksibilitas delegasi Penilai SKP untuk optimalitas evaluasi kinerja. Dalam konteks mengoptimalkan evaluasi kinerja, peninjauan kembali terhadap peran Pejabat Penilai SKP menjadi sangat penting. Meskipun dalam beberapa instansi Kasi Bimas yang mengampu jabatan pengawas mungkin menjadi Pejabat Penilai secara umum, namun, sejalan dengan semangat fleksibilitas dalam Permenpan Nomor 1 Tahun 2023, perlu dipertimbangkan pendelegasian kewenangan kepada Kepala Kantor Urusan Agama (KUA).
Pasal 1 butir 19 Permenpan 1 Tahun 2023 dengan tegas menyebutkan bahwa Pejabat Penilai Kinerja adalah atasan langsung Pejabat Fungsional, dengan syarat bahwa pejabat pengawas menjadi opsi terendah atau kewenangan penilai dapat didelegasikan kepada pejabat lain. Dalam hal ini, Kepala KUA, yang juga merangkap sebagai pemimpin Unit Pelaksana Teknis (UPT) KUA Kecamatan, mungkin menjadi pilihan yang tepat, sepanjang JF PAI yang dinilai memiliki pangkat, golongan/ruang di bawah atau sama dengan Pejabat Penilai Kinerja. Jika pangkat, golongan/ruang di atas Penilai, maka Pejabat Penilai Kinerja dapat dilakukan oleh Kasi Bimas Islam dan/atau Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota setempat.
Rekomendasi ini didasarkan pada konsep bahwa seorang Pejabat Penilai yang memiliki pemahaman yang mendalam terhadap tugas dan tanggung jawab seorang Pejabat Fungsional dapat memberikan penilaian yang lebih kontekstual. Oleh karena itu, disarankan untuk mempertimbangkan pemberian kewenangan kepada Kepala KUA sebagai Pejabat Penilai SKP, yang secara langsung terlibat dalam kegiatan sehari-hari dan paham mendalam tentang dinamika pekerjaan Pejabat Fungsional. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan keakuratan dan relevansi penilaian kinerja, serta memberikan dorongan positif terhadap motivasi dan kualitas kerja Pejabat Fungsional.


***


Opini dan pandangan Pribadi. 
Yang protes-protes japri saja. 
Beberapa hari yang lalu aku memposting melalui status Whatsapp, buah fikiran aku tentang evaluasi Penyuluh Agama Islam dalam narasi-narasi kritik. Responnya berbeda-beda, tentu jadi pro-kontra. Mungkin karena aku jarang bikin status, atau biasanya postinganku candaan doang, atau karena secara tajam mengupload autokritik. (Narasinya aku posting sebelumnya di blog ini.)

Kembali ke respon. Diantara respon yang aku terima, Statusnya kenapa?; Galak sekali; Apa nggak bahaya?; Kesurupan; Makan dulu; Kurang ngopi; Jangan dipikirin yang berat-berat. Ini aku sebut respon yang aku harapkan. 

Diantaranya lagi menguatkan apa yang sedang aku sampaikan. "Iya, ditempatku juga masih banyak yang kayak gitu." Kugali lebih dalam tentang minusnya, sehingga kudapati keterangan-keterangan yang lebih tajam dari narasi kritikku. 

Beberapa ada juga yang menjelaskan bahwa tidak semua.  "Aku nggak hlo ya. Bahkan aku juga sibuk bantuin kerjaan-kerjaan lain di Kantor."  Buru-buru aku jelaskan, "tentu tidak semua." Aku tau kamu keren. Beberapa mereka yang keren juga aku lihat dari event perlombaan Penyuluh Award/Penyuluh Teladan. 

Setidaknya ada juga respon unik yang aku terima. Satu orang mengatakan, "Aku sebarin ke grup-grup ya." Di sore harinya pun kembali mengabarkan, "Provokasi berhasil." Kemudian ada satu orang lagi yang mengirimkan kalimat penentangan kritik disertai ancaman pelaporan ke jalur hukum dengan dasar UU ITE. Seperti ini kalimat yang dikirimkan secara japri ke aku. 

"Jika kami mau, mungkin bisa diadukan ke ranah hukum-UU ITE, kami tunggu tabayyun mba Lia. Perbuatan mba Lia sama saja dg membuka borok atasan sendiri, knp? Anak buah salah, maka atasan yg dipersalahkan dan bertanggung jawab sesuai regulasi. Semoga bisa jadi introspeksi, ditunggu niat baiknya." 

Sehari setelahnya, aku menerima tawaran ngobrol dari PP IPARI, organisasi profesi jabfung Penyuluh Agama yang sedang menunggu pengesahan SK-nya. Aku menyanggupi dan menentukan hari untuk ngobrol secara terbatas dengan para pengurus. 

Kemudian, aku menerima surat ber-KOP PP IPARI, dengan tambahan pesan, "santai saja." Surat undangan aku terima dengan tajuk "Dialog Klarifikasi." 

Setelah menerima surat pun aku menganalisa tajuk yang dipakai dalam surat tersebut. Aku berfikir, jadi ini kegiatan dialog, ngobrol, atau klarifikasi. Kalau dialog berarti akan ada output diskusi berupa gambaran-gambaran kinerja atau perjuangan hebat yang tidak aku ketahui sebelumnya. 

Sedangkan untuk penggunaan kata klarifikasi, aku mengenal di dunia hukum Pemilu, yang mana klarifikasi adalah proses lanjutan yang dilakukan setelah melewati proses registrasi. Dimana sudah dilakukan verifikasi atas keterpenuhan syarat formil dan materiil suatu perbuatan hukum, sehingga klarifikasi mengarah pada pengambilan keterangan atas dugaan kuat telah terjadi penyimpangan. 

Karena tajuknya ada 2 kata, jadi aku memutuskan untuk membawa kegiatan ini menjadi dialog santai.

Jumat jam 14.15 WIB, aku diberikan kesempatan untuk menyampaikan sesuatu. Aku mulai dengan menjelaskan bahwa status itu adalah kumpulan buah fikiran sebagai evaluasi atas data yang tersedia, keterangan yang didengarkan dan yang dilihat dari beberapa kunjungan kerjaku.

Lalu... di tengah waktu diskusi, muncul sosok yang secara tegas menuntut permintaan maaf. Yups, asumsiku yang kedua tentang undangan kegiatan ini pun terbukti. Langsung terbersit fikiran, mestinya surat ini bertajuk Somasi dengan permintaan klarifikasi dan permohonan maaf.

Banyak diantara pengurus-pengurus itu yang kayaknya sudah saling kenal sama aku. Tapi setiap ketemu palingan say hay doang, dan nggak pernah ngobrol. Mungkin karena aku cuma staf paling junior dan biasanya berkutat sama komputer doang. 

Aku sebenernya masih pengen ngomong. Tapi karena sejak awal aku diundang untuk dipersalahkan, jadi kayaknya sebagian besar orang di kegiatan ini cuma nunggu permohonan maafku saja. Bahkan ada yang mengomentari mukaku, dengan menulis di kolom chat bahwa muka Lia ini nyebeli sekali dalam kegiatan ini dan sikapnya tidak baik. Kurang lebih seperti itu. 

Aku pun merespon maki-makian atas pembawaan mukaku itu dengan penjelasan, bahwa untuk menghadiri undangan yang akan mempersalahkan secara ramai-ramai ini, aku menyiapkan berbagai materi. Soal asumsi-asumsi tentang tajuk yang diambil dalam undangan ini pun mempengaruhi kesiapan diri ku ya. 

Begitulah kegiatan emosional ini terlaksana hingga selesai dalam waktu 2 jam. 

Oh iya, ada yang menarik, karena diantara 22 orang yang hadir. Setidaknya ada 2 orang tulus yang mendukung psikologisku di tengah-tengah para tetua yang balik menyerang kritikku secara brutal. (Ga semua brutal- 4 orang aja, lainnya mungkin ngomong dibelakang karena keterbatasan waktu) 

Hadir tanpa undangan dan tanpa konfirmasi sebelumnya, satu teman di bagianku. Terima kasih Broku. 

Ada juga satu pengurus PP IPARI yang mengirimkan pesan sebelum kegiatan itu berlangsung. "Mbak lia sabar dan semangat yaaa ngezoomnya, semoga membawa kebaikan ke depan." Kemudian di akhir kegiatan pun kembali mengirim pesan, "Tetap semangat, begitulah dinamika penyuluh, jangan lelah membersamai y mbak lia... Dalam beberapa hal sy setuju dg mbak lia dan merasakan sendiri... Sy mau urun pendapat tp kayaknya gak dikasih ksmpatan, gak cukup waktu. Keep spirit ya." Kemudian saya pun menjawabnya dengan serius, "Karena saya aja yang menyampaikan bu." Kemudian dibalas lagi oleh beliau, "Krn junior... Masih jomblo lg."

Tapi saya dengan tulus, minta maaf juga kepada semua senior-senior atas kata-kata tajam saya. Mohon maaf sudah menguras emosi dengan begitu besar kemarahan yang tidak terbendungkan. 

Menjadi ma'lum kan, kalau setelah kegiatan itu aku ingin -untuk secara pribadi- tidak menjalin interaksi dengan orang yang terang-terangan memaki-maki sikap saya pada kegiatan tersebut. Utamanya dengan beberapa orang yang secara jelas menyebutkan, Lia ga punya attitute. Seingat saya ada 2 orang dari Jakarta, 1 orang dari NTB, ada 2 lagi saya lupa.

***









Penyuluh Agama selalu dilekatkan pada istilah "ujung tombak" Kementerian Agama. Karena kalimat itulah, Penyuluh Agama dituntut meneken banyak pekerjaan dalam bidang agama. Dalam program Kementerian misalnya mengajar ngaji, bimbingan perkawinan, pengelola zakat dan wakaf, sertifikasi halal, stunting, moderasi beragama, deradikalisasi dan semua persoalan yang dilakukan dengan pendekatan Agama. Saking banyaknya pekerjaan Penyuluh Agama ini, sampai bingung mana yang menjadi prioritas. 

Sebenernya bingung juga sama maunya Kemenag!
Kalau semua printilan tentang agama dikerjain sama Penyuluh Agama, mending dijadiin jabatan pelaksana aja. Tunjangannya lebih ringan. Sisa anggaran tunjangan fungsionalnya bisa nambahin anggaran buat yang lebih membutuhkan. Kerjaannya juga lebih fleksibel, bisa jadi operator, teknisi, atau klerek bidang agama. Toh, sekarang pelaksana juga dituntut punya keahlian dan membidangi semua tugas. 

Hmmmb.... 

Output dari kerja Penyuluh Agama Islam adalah bimbingan dan penyuluhan agama Islam. Membimbing berarti kegiatan menuntun seseorang dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arahan yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Sedangkan menyuluh adalah suatu kegiatan mendidik sesuatu kepada individu ataupun kelompok, memberi pengetahuan, informasi-informasi dan berbagai kemampuan agar dapat membentuk sikap dan perilaku hidup yang seharusnya. Jadi, Bimluh memberikan pengetahuan sekaligus mendampingi, sehingga kelompok binaan dapat membentuk sikap dan perilaku yang diharapkan. 

Ada beberapa fungsi penyuluh agama. Tidak semuanya edukatif dan informatif, ada konsultatif dan advokatif. Seberapa jauh implementasinya, kita menilik kondisi lapangan.

Banyak keterangan dari pegawai KUA bahwa Penyuluh banyak yang tidak masuk padahal sedang tidak bertugas. Data-data laporan kinerjanya rapi dengan berbagai narasi ideal yang kenyataannya tidak terjadi. 
Contoh narasi ideal yang tidak riil terjadi itu seperti apa? Yap. Sebagian diantara mereka mengaku memiliki kelompok binaan khusus sesuai dengan tuntutan. Padahal sebenarnya kelompok binaannya ya itu aja. Satu aja terus. Tidak ganti-ganti. Diubah namanya, diganti pendekatannya. 
Kasarnya gini, kewajiban membentuk kelompok binaan khusus dari masa kerja 0 bulan sampai 10 tahun lebih, ya cuma itu. Satu aja. Tidak nambah. 
Bahkan, diantaranya banyak yang dompleng pengajian pak kyai, bu nyai, terus dilaporin jadi kinerja penyuluhan, di daftarin jadi kelompok binaan khusus. 

Ada juga yang curhat terlalu banyak kerjaan, cari data-data di desa, bimwin, legalisir, validasi buku nikah, ngurus wakaf, dan masih banyak lagi. Padahal di rumah masih ada pesantren, TPQ, dan masih mengampu jamaah pengajian rutin mingguan. Akhirnya ga ada waktu lagi buat bentuk kelompok binaan khusus. 

Buat yang lupa, apa itu kelompok sasaran. Sesuai Kepdirjen Bimas Islam 504/2022 kita mengenal 3 kelompok sasaran. 
1) kelompok sasaran umum yang terdiri dari majelis taklim dan kelompok-kelompok yang sudah terbentuk sebelumnya. 2) kelompok sasaran khusus yang dibentuk secara khusus oleh Penyuluh agama karena dipandang belum tersentuh, kemudian dilakukan bimbingan dan penyuluhan berdasarkan potensinya. 3) kelompok sasaran media sosial, pengelolaan media sosial sebagai media bimbingan dan penyuluhan. 
Oh iya, kayaknya ada info yang kelupaan. Jadi kelompok sasaran yang dikumpulkan kemudian dilakukan bimluh secara berkala namanya menjadi kelompok binaan.


Sebagian sisi Penyuluh Agama 

Yang bisa ngaji, banyak. Yang ga bisa ngaji, juga banyak. 
Baru beberapa bulan lalu ada Uji Kompetensi yang salah satu wawancaranya adalah tes mengaji. Untuk kenaikan pangkat ke ahli madya saja masih banyak yang pas diminta ngaji tiba-tiba leave zoom, tiba-tiba batuk dan serak, atau pas baca salahnya lebih dari 10 untuk 1 ayat. Ini juga pasti tambah parah karena sekarang seleksi PPPK ga ada tes ngaji. 

Yang punya aksi ada, beberapa sudah tampil di gelaran Penyuluh award 2023. Ajang lomba, bukan apresiasi tunjuk-tunjukan atau titip-titipan kedekatan. Eh, tapi yang tidak punya aksi juga ada. Ada yang ngomongnya "umuk", tapi terus ilang. Ada yang "umuk" tapi "menthes".
Begitulah kira-kira hasil pengamatan saya. 

Dari sisi eksternal

Guru TPA tanpa gaji ada, banyak. Yang menerima gaji juga cuma 100 ribu/bulan, TPQ tetap jalan.
Persoalan agama masyarakat, nanyanya sama Kyai, ga digaji juga kyainya. 
Yang di Lapas, bimroh tanpa penyuluh juga ada. 
Justru kelompok masyarakat yang dipandang penting dapat penyuluhan sampai sekarang belum banyak tersentuh. 


Sejauh mana pentingnya menaikkan honor Penyuluh, sekarang

Buat sebagian orang yang sudah punya sandaran dalam hal beragama, pasti berpendapat kalau keberadaan Penyuluh Agama itu tidak penting. Ya iyalah... nanya persoalan agamanya sudah sama guru masing-masing. 

Tapi, kalau Penyuluh Agama tidak menjangkau mereka yang membutuhkan keberadaannya, ya keberadaan Penyuluh Agama akan selamanya dipandang kurang penting. 

Jadi kenapa Penyuluh Agama Islam dengan Guru Pendidikan Agama Islam ini berbeda. Karena guru di madrasah itu sudah ada muridnya yang siap menempuh pendidikan dalam jangka waktu pendidikan wajibnya. Lah kalau Penyuluh Agama ya harus cari dulu muridnya, sasarannya yang kemudian disebut kelompok binaan. 

Jadi sekarang, gimana kalau buat naikin insentif guru TPQ dulu... biar ga rebutan lahan. 


Perencanaan Kebutuhan Pegawai

Perencanaan kebutuhan pegawai merupakan serangkaian proses untuk menghitung dan merencanakan jumlah kebutuhan pegawai dan jenis jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja. Sesuai amanat Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam hal penyusunan dan penetapan kebutuhan ASN bahwa setiap instansi wajib merencanakan kebutuhan pegawai berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja yang dituangkan dalam peta jabatan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, formasi adalah jumlah dan susunan pangkat PNS yang diperlukan dalam suatu satuan organisasi untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu tertentu. Formasi ditetapkan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan. Dengan tujuan agar satuan organisasi mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang memadai sesuai beban kerja dan tanggung jawab masing-masing satuan organisasi.

Proses penyusunan kebutuhan pegawai dimulai dengan melakukan dan menyempurnakan beberapa dokumen terkait dengan perkembangan lingkungan strategis untuk untuk mewujudkan visi dan misi Kementerian Agama antara lain: dokumen analisis jabatan; dokumen analisis beban kerja; peta jabatan; proyeksi kebutuhan PNS; dan kebutuhan PNS.


Urgensi Keberlangsungan JF Penyuluh Agama-Islam

Penyuluh Agama Islam memiliki tugas, tanggung jawab, dan berwenang secara sah untuk melaksanakan bimbingan keagamaan serta penyuluhan pembangunan melalui bahasa agama kepada Umat. Penyuluh Agama Islam dituntut aktif terjun diberbagai kelompok sasaran untuk menjalankan fungsi edukatif-informatif, konsultatif, dan advokatif. Penyuluh Agama Islam berjuang membentuk kelompok-kelompok binaan untuk diberikan pembimbingan secara intensif dengan berbagai program kreatif dan inovatif untuk mencapai goals yang ditentukan berdasarkan potensi masing-masing sasaran. Seperti dalam peningkatan literasi al-quran, pendampingan kelompok rentan, kesehatan masyarakat, pemberdayaan ekonomi umat, penegakan hukum, pelestarian lingkungan, maupun metode penyuluhan baru.

Keberlangsungan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Islam menjadi perhatian serius. Isu global pasti terus berkembang, diantaranya sebagai berikut:
1. Indikasi peningkatan radikalisme agama sebagai ancaman terorisme global
Hal tersebut berkaitan dengan faktor-faktor sosial, politik, dan ekonomi yang memicu ketidakstabilan sehingga mungkin memperkuat narratif radikal dan mempengaruhi pertumbuhan gerakan militan di berbagai negara.
2. Divergensi Nilai Agama dalam Konteks Globalisasi
Globalisasi dapat menghasilkan divergensi nilai agama di seluruh dunia. Pertumbuhan komunikasi dan interaksi global mempercepat transfer nilai-nilai dan keyakinan keagamaan. Oleh karena itu, muncul ketegangan antara pandangan tradisional dan interpretasi yang lebih liberal mengenai agama di kalangan Masyarakat, kemudian meningkatkan lahirnya berbagai gerakan keagamaan baru.
3. Konflik Antaragama di Tengah Kekerasan Etnis dan Sosial
Prediksi ini menyorot kompleksitas dan potensi eskalasi konflik antaragama di daerah yang menderita ketangan etnis dan sosial. Perkembangan sosial dan politik yang memicu polarasi antar kelompok masyarakat dapat memperburuk hubungan antaragama dan menciptakan lingkungan konflik.
4. Perubahan Agama dan Identitas Keagamaan
Perubahan agama dan identitas keagamaan terus berlangsung di berbagai belahan dunia. Urbanisasi, migrasi, dan perubahan sosial ekonomi dapat mempengaruhi cara pandangan dan praktik keagamaan individu atau kelompok, serta menghasilkan dinamika baru dalam komunitas keagamaan.
5. Munculnya aktivisme agama dalam isu-isu sosial dan lingkungan

Selain isu tersebut, beberapa hal perlu diperhatikan terkait beberapa kemungkinan atas kondisi demografi Indonesia, yaitu Bonus demografi Indonesia merujuk pada periode ketika jumlah penduduk usia produktif (-64 tahun) lebih besar daripada orang yang tidak produktif anak-anak dan lanjut usia. Keberadaan bonus demografi ini memberikan peluang bagi pembangunan sosial-ekonomi negara, termasuk dalam konteks bimbingan dan penyuluhan agama Islam. Dimana terdapat potensi peningkatan jumlah umat muslim: dengan bonus demografi, jumlah penduduk usia muda yang umat berpotensi meningkat. Hal ini menimbulkan kebutuhan yang lebih besar akan bimbingan dan penyuluhan agama Islam yang berkualitas membina kalangan pemuda dan generasi muda yang berdaya, berhlak, dan berkontribusi tinggi bagi pembangunan sosial dan keagamaan negara.

Potensi dan berbagai indikasi isu tersebut perlu diantisipasi sejak dini, sebelum berbunyi alarm yang mengancam stabilitas sosial dan keagamaan umat. Salah satunya dengan memperkuat keberlangsungan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama. Hubungan antara agama dan negara adalah hubungan persinggungan, di mana tidak sepenuhnya terintegrasi maupun terpisah. Maka, keberadaan Penyuluh Agama Islam penting dalam kerangka nasionalisme-religiusitas sebagai upaya menjaga perdamaian dunia.


Dasar Hukum dan Progres Penyusunan Peraturan Pelaksana

Berdasarkan Permen PANRB Nomor 9 Tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama jo. Permen PANRB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional, dijelaskan bahwa kebutuhan PNS dalam Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Penetapan kebutuhan PNS dalam Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dihitung berdasarkan beban kerja yang ditentukan dari indikator sebagai berikut : a) jumlah umat sesuai komposisi agama; b) ragam permasalahan keberagamaan; dan c) luas wilayah dan kondisi geografis wilayah sasaran (Pasal 44 ayat (1)). Adapun pada Pasal 45 dijelaskan, “Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Penyuluh Agama berdasarkan Peraturan Menteri ini tidak dapat dilakukan sebelum pedoman penghitungan kebutuhan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama ditetapkan oleh Instansi Pembina.”

Progress : Pembahasan draft KMA kebutuhan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dengan menggunakan metode perhitungan SKR (Standar Kemampuan Rata-Rata) sudah diplenokan Biro Hukum Setjen Kemenag dengan Ditjen Bimas semua agama pada tahun 2022. Adapun hasil pleno tidak mencapai kesepahaman. Sampai saat ini, peraturan pelaksana terkait penyusunan kebutuhan masih dalam konsep rancangan dan belum memperoleh penetapan, sehingga masih menggunakan peraturan lama.

Berdasarkan pada Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 426 Tahun 2017 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Melalui Penyesuaian/Inpassing dijelaskan pada Bab IV bahwa dalam rangka memenuhi formasi penyuluh agama pada Kementerian Agama dilakukan pemeraan kebutuhan penyuluh agama di masing-masing wilayah sebagai data kebutuhan dengan mengacu pada tata cara sebagai berikut:
A. Penghitungan Kebutuhan
1. Penghitungan kebutuhan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dilakukan oleh pejabat pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi yang membidangi kepenyuluhan dan kepegawaian.
2. Perhitungan kebutuhan penyuluh agama berdasarkan data e-formasi Kementerian PAN RB
3. Perhitungan kebutuhan penyuluh berdasarkan jumlah penduduk di kecamatan dengan rasio 1:200 penduduk sesuai dengan agamanya.
4. Apabila pada 1 kecamatan jumlah pemeluk agama tertentu tidak mencapai 200 orang, maka dapat diangkat 1 orang penyuluh.

B. Penetapan Kebutuhan
Hasil penghitungan kebutuhan penyuluh agama yang didasarkan rasio jumlah penduduk ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dan dilaporkan kepada Menteri agama untuk ditetapkan menjadi formasi kebutuhan penyuluh.


Hipotesis Pemenuhan Kebutuhan JF Penyuluh Agama-Islam

Hipotesis mengenai tingkat pemenuhan JF Penyuluh Agama-Islam bertujuan untuk menguji sejauh mana keberlangsungan JF Penyuluh Agama-Islam dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam aspek keagamaan. Hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui apakah jumlah dan penyebaran JF JF Penyuluh Agama-Islam yang ada sudah memadai atau masih kurang, utamanya dalam menyediakan layanan keagamaan yang diperlukan oleh masyarakat. Selain itu, melalui hipotesis ini, juga dapat diketahui apakah pemenuhan JF JF Penyuluh Agama-Islam dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam menciptakan stabilitasi regiusitas dan harmoni agama dalam Masyarakat. Adapun Hipotesis dimaksud yaitu:
1. Hipotesis Pertama
Desa/kurahan dengan jumlah penduduk besar membutuhkan lebih banyak penyuluh agama Islam untuk melayani kebutuhan keagamaan masyarakat.
Argumen: Jumlah penduduk yang besar menandakan adanya potensi untuk kebutuhan keagamaan yang lebih tinggi di suatu daerah. Keberadaan penyuluh agama Islam akan memudahkan masyarakat mendapatkan bimbingan, penyuluhan, dan dukungan spiritual yang dibutuhkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi: Lingkungan penduduk, pola migrasi, kepadatan penduduk, dan kemajuan sosial ekonomi.
2. Hipotesis Kedua
Desa/kelurahan dengan keragaman agama tinggi dan potensi konflik keagamaan memerlukan jabatan fungsional penyuluh agama Islam yang lebih banyak.
Argumen: Dalam daerah yang memiliki keragaman agama yang tinggi dan potensi konflik keagamaan, kehadiran penyuluh agama Islam yang memadai sangat penting untuk mempromosikan dan menjadi pendaping dalam menerapkan sikap toleransi, memberikan pemahaman agama yang moderat, dan pemecahan potensi konflik keagamaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi: Keragaman agama, sejarah konflik keagamaan, keadaan politik dan sosial.
Untuk perhitungan jumlah penyuluh agama Islam yang diperlukan dalam suatu desa/kelurahan, berikut hipotesis hipotes perhitungan yang perlu dipertimbangkan:
1. Perhitungan kebutuhan JF Penyuluh Agama-Islam di suatu desa/kelurahan dapat didasarkan pada rasio jumlah penduduk berdasarkan pemeluk agamanya
• Argumen: Rasio ideal antara jumlah pemeluk agama dan jumlah JF Penyuluh Agama-Islam yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan yang memadai. Tentu hal ini harus mempertimbangkan juga keberadaan tokoh agama dan ketersediaan Lembaga Pendidikan keagamaan di lingkungan tersebut.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi: Pedoman standar yang ditetapkan, misalnya berdasarkan kepada pedoman keagamaan atau panduan dari Ke Agama, dan data populasi yang akurat.

2. Faktor-faktor kualitatif seperti kompleksitas kebutuhan masyarakat yang lebih luas dan karakteristik lokal juga dapat mempengaruhi perhitungan kebutuhan jabatan fungsional penyuluh agama Islam.
• Argumen: Selain faktor kuantitatif seperti jumlah penduduk, karakteristik kebutuhan kualitatif masyarakat, seperti tingkat pemahaman agama, tradisi lokal, dan masalah keagamaan khusus yang kompleks, juga perlu dipertimbangkan dalam perhitungan kebutuhan JF Penyuluh Agama-Islam di suatu desa/kelurahan.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi: Kompleksitas kebutuhan masyarakat, karakteristik lokal dan kebiasaan keagamaan, dan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat.


Jumlah Umat Bergama Islam dan Data Penyuluh Agama Islam

Berdasarkan data yang bersumber dari website Satu Data Kementerian Agama jumlah pemeluk agama Islam pada tahun 2022 yaitu sebanyak 241.699.189 orang, dengan berbagai latar usia dan suku.

Adapun dalam data lain yang bersumber dari laman Badan Statistika Nasional diketahui bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2022 sejumlah 275.773.800 jiwa, dan bertambah pada tahun 2023 ini menjadi 278.696.200 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 208.544.086 merupakan penduduk berusia 15 tahun ke atas, yang membutuhkan bimbingan dan penyuluhan agama Islam.

Melalui data tersebut di atas, dapat diasumsikan bahwa sejumlah 76% dari 241.699.189 pemeluk agama Islam, membutuhkan bimbingan dan penyuluhan agama.
Sedangkan, menikil data Penyuluh agama Islam yang bersumber dari Aplikasi e-PA pada tanggal 11 September 2023, tercatat sejumlah 49.273 Penyuluh Agama Islam Aktif dengan rincian berstatus PNS sejumlah 4.994 penyuluh, PPPK sejumlah 7.899 penyuluh, dan Non PNS sejumlah 36.380 penyuluh.

Dalam 5 tahun kedepan, beberapa diantaranya akan masuk masa purna tugas, yang diasumsikan berusia maksimal 60 tahun. Adapun secara rinci sebagaimana table berikut.

Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan di atas, maka jika dibandingkan antara jumlah ketersediaan Penyuluh Agama Islam dengan jumlah pemeluk agama dan jumlah usia penduduk yang membutuhkan bimbingan dan penyuluhan agama, terjadi ketimpangan yang signifikan, yaitu 49.273:183.691.384 atau rasio 1:3.728 atau 1 penyuluh agama dengan 3.728 penduduk membutuhkan bimbingan dan penyuluhan agama.

Penentuan rasio ideal antara jumlah pemeluk agama dan jumlah JF Penyuluh Agama-Islam yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan yang memadai, tentu harus mempertimbangkan juga keberadaan tokoh agama dan ketersediaan lembaga pendidikan keagamaan di lingkungan tersebut.


Rekomendasi Pemenuhan Kebutuhan

Berdasarkan beberapa hal yang telah dipaparkan, maka kami merekomendasikan dalam 5 tahun ke depan dapat dilakukan Pemenuhan JF Penyuluh Agama-Islam berbasis kelurahan/desa. Hal tersebut penting dilakukan dengan beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Proximity to Community: Dengan memusatkan pemenuhan jabatan di tingkat kelurahan/desa, maka penyuluh agama menjadi lebih dekat dengan masyarakat yang mereka layani. Hal ini memungkinkan penyuluh agama untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang kebutuhan dan tantangan yang spesifik di tingkat lokal. Mereka akan lebih mudah mengakses masyarakat, berkomunikasi dengan masyarakat, dan memberikan bimbingan yang sesuai dengan kondisi sosial, budaya, dan agama setempat.
2. Responsiveness to Local Needs: Dengan berbasis di kelurahan/desa, pemenuhan JF Penyuluh Agama-Islam dapat lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Kelurahan/desa seringkali memiliki karakteristik dan masalah yang unik terkait dengan agama dan kehidupan beragama. Penyuluh agama yang berbasis di tingkat lokal dapat secara lebih efektif menangani isu-isu yang relevan memberikan layanan yang sesuai dengan konteks keagamaan lokal.
3. Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat: Pemenuhan JF Penyuluh Agama-Islam di tingkat kelurahan/desa juga dapat berkontribusi dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Penyuluh agama dapat berperan dalam mengedukasi dan membimbing masyarakat dalam menjalankan ajaran agama dengan benar, mempromosikan nilai-nilai moral dan etika, serta meningkatkan kesadaran akan hak dangung jawab sebagai anggota masyarakat yang beragama.
***

Data Seleksi CPPPK Penyuluh Agama Islam Tahun 2022

Dear ini data dari pengumuman CPPPK 2022 Formasi Penyuluh Agama Islam. 


Dari sejumlah 9.774 formasi yang dibutuhkan diketahui beberapa data berikut: 
1. Jumlah Penyuluh Agama Islam lolos administrasi 8.967
2. Jumlah Penyuluh mengikuti ujian 8.826
3. Jumlah Penyuluh mencapai passing grade 8.316
4. Jumlah Penyuluh dinyatakan lulus 7.932
5. Jumlah Penyuluh dinyatakan tidak lulus 1.035

Dari beberapa data tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. 
1. Sejumlah 25 provinsi tidak dapat memenuhi formasi kebutuhan. 
2. Sejumlah 24 provinsi tidak memiliki peserta sebanyak formasi kebutuhan. 
3. Masih ditemui sebanyak ±524 Penyuluh tidak memenuhi passing grade.

Berdasarkan kesimpulan data tersebut, memunculkan berbagai catatan :
1. Seleksi tidak berjalan kompetitif di seluruh Provinsi. Tidak dapat memilih Penyuluh berdasarkan kompetensi terbaiknya. 2. Banyak penyuluh Non PNS yang tidak memenuhi kualifikasi wajib sehingga tidak dapat mengikuti seleksi seperti bukan sarjana keagamaan non-kependidikan.
3. Banyak penyuluh Non PNS yang kurang cermat atau ceroboh dalam pengunggahan syarat administrasi sehingga tidak lulus administrasi.
4. Masih banyak Penyuluh yang perlu mendapatkan penguatan kompetensi teknis, manajerial, dan sosio kultural. 
5. Kurangnya kesiapan Penyuluh mengahadapi ujian PPPK. 

Cukup ya data-dataanya. Yang pasti, setelah diumumkannya hasil seleksi PPPK 2022 pada tanggal 27 April 2023 kemarin, kita catat sejarah baru. Saat ini kita mengenal 3 status Penyuluh Agama Islam yaitu PNS, PPPK, dan Non PNS. 

Untuk Penyuluh Agama Islam PPPK yang baru saja diumumkan lolos. Sudah tau belum perbedaan 3 status itu? 

Mestinya sudah tau sebelum kemaren mendaftarkan diri ya... 😉

Ada artikel yang bisa di baca untuk nambah info ttg perbedaan status PNS dan PPPK. 
Saya rekomendasikan 1 artikel ya...
https://bkd.sultengprov.go.id/index.php/2022/06/07/mengenal-perbedaan-pns-dan-pppk/

Sumber : google.com

Kalau komparasi sama Non PNS.nya gimana? Saya juga masih bertanyea-tanyea... mau menerawang tapi ngga punya ilmu nujum 😄 
Atau bisakah kita meramalkan bersama? Menurut kalian gimana menurutku gimana, lalu kita simpulkan dan tidak terjadi apa-apa... 😆
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Tentang Saya

Kalo ngomong belepotan. Kalo nulis kewalahan. Terima kasih sudah berkunjung, jangan lupa follow IG/Twitter. Biar kita saling kenal.

POPULAR POSTS

  • MAKALAH HIJAB, MAHJUB DAN ASHABAH (lengkap dengan tabel bagian dan syarat bagi masing-masing penerima harta warisan)
  • Tabel Bagian Furudhul Muqoddaroh dan Syarat-Syaratnya
  • Makalah Muamalah dengan sistem Multi Level Marketing (MLM)
  • makalah fiqih munakahat materi khitbah dan mahar.
  • Tabel Bagian Hijab Mahjub Nuqsan
  • MAKALAH POLITIK ISLAM PADA ZAMAN KLASIK, PERTENGAHAN DAN MODERN
  • MAKALAH PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PRESPEKTIF ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
  • Pejabat Penilai Kinerja Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Islam: Melacak Kekaburan dalam Kebijakan dan Praktik Evaluasi Kinerja
  • Bimbingan Perkawinan Sebagai Syarat Pencatatan Pernikahan : Analisis dan Evaluasi Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan
  • Undangan Ngobrol Santai, Tapi Ternyata Somasi Loh!
Diberdayakan oleh Blogger.

Videoku

Arsip Blog

  • ►  2025 (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2024 (11)
    • ►  Agustus (10)
    • ►  Januari (1)
  • ▼  2023 (5)
    • ▼  Desember (1)
      • Pejabat Penilai Kinerja Jabatan Fungsional Penyulu...
    • ►  Oktober (1)
      • Undangan Ngobrol Santai, Tapi Ternyata Somasi Loh!
    • ►  September (2)
      • Ngomong Dikit Soal : Gaji Penyuluh Agama Yang Maun...
      • Sekedar Catatan Tentang Penyusunan Formasi Kebutu...
    • ►  Mei (1)
      • Hasil Seleksi CPPPK Penyuluh agama Islam Tahun 2022
  • ►  2021 (7)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2020 (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  April (2)
  • ►  2019 (9)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (3)
  • ►  2016 (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2015 (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2014 (8)
    • ►  Desember (7)
    • ►  April (1)
  • ►  2013 (1)
    • ►  November (1)

Copyright © Liawardahna. Designed by OddThemes