Sekedar Catatan Tentang Penyusunan Formasi Kebutuhan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama

Perencanaan Kebutuhan Pegawai

Perencanaan kebutuhan pegawai merupakan serangkaian proses untuk menghitung dan merencanakan jumlah kebutuhan pegawai dan jenis jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja. Sesuai amanat Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam hal penyusunan dan penetapan kebutuhan ASN bahwa setiap instansi wajib merencanakan kebutuhan pegawai berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja yang dituangkan dalam peta jabatan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, formasi adalah jumlah dan susunan pangkat PNS yang diperlukan dalam suatu satuan organisasi untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu tertentu. Formasi ditetapkan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan. Dengan tujuan agar satuan organisasi mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang memadai sesuai beban kerja dan tanggung jawab masing-masing satuan organisasi.

Proses penyusunan kebutuhan pegawai dimulai dengan melakukan dan menyempurnakan beberapa dokumen terkait dengan perkembangan lingkungan strategis untuk untuk mewujudkan visi dan misi Kementerian Agama antara lain: dokumen analisis jabatan; dokumen analisis beban kerja; peta jabatan; proyeksi kebutuhan PNS; dan kebutuhan PNS.


Urgensi Keberlangsungan JF Penyuluh Agama-Islam

Penyuluh Agama Islam memiliki tugas, tanggung jawab, dan berwenang secara sah untuk melaksanakan bimbingan keagamaan serta penyuluhan pembangunan melalui bahasa agama kepada Umat. Penyuluh Agama Islam dituntut aktif terjun diberbagai kelompok sasaran untuk menjalankan fungsi edukatif-informatif, konsultatif, dan advokatif. Penyuluh Agama Islam berjuang membentuk kelompok-kelompok binaan untuk diberikan pembimbingan secara intensif dengan berbagai program kreatif dan inovatif untuk mencapai goals yang ditentukan berdasarkan potensi masing-masing sasaran. Seperti dalam peningkatan literasi al-quran, pendampingan kelompok rentan, kesehatan masyarakat, pemberdayaan ekonomi umat, penegakan hukum, pelestarian lingkungan, maupun metode penyuluhan baru.

Keberlangsungan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Islam menjadi perhatian serius. Isu global pasti terus berkembang, diantaranya sebagai berikut:
1. Indikasi peningkatan radikalisme agama sebagai ancaman terorisme global
Hal tersebut berkaitan dengan faktor-faktor sosial, politik, dan ekonomi yang memicu ketidakstabilan sehingga mungkin memperkuat narratif radikal dan mempengaruhi pertumbuhan gerakan militan di berbagai negara.
2. Divergensi Nilai Agama dalam Konteks Globalisasi
Globalisasi dapat menghasilkan divergensi nilai agama di seluruh dunia. Pertumbuhan komunikasi dan interaksi global mempercepat transfer nilai-nilai dan keyakinan keagamaan. Oleh karena itu, muncul ketegangan antara pandangan tradisional dan interpretasi yang lebih liberal mengenai agama di kalangan Masyarakat, kemudian meningkatkan lahirnya berbagai gerakan keagamaan baru.
3. Konflik Antaragama di Tengah Kekerasan Etnis dan Sosial
Prediksi ini menyorot kompleksitas dan potensi eskalasi konflik antaragama di daerah yang menderita ketangan etnis dan sosial. Perkembangan sosial dan politik yang memicu polarasi antar kelompok masyarakat dapat memperburuk hubungan antaragama dan menciptakan lingkungan konflik.
4. Perubahan Agama dan Identitas Keagamaan
Perubahan agama dan identitas keagamaan terus berlangsung di berbagai belahan dunia. Urbanisasi, migrasi, dan perubahan sosial ekonomi dapat mempengaruhi cara pandangan dan praktik keagamaan individu atau kelompok, serta menghasilkan dinamika baru dalam komunitas keagamaan.
5. Munculnya aktivisme agama dalam isu-isu sosial dan lingkungan

Selain isu tersebut, beberapa hal perlu diperhatikan terkait beberapa kemungkinan atas kondisi demografi Indonesia, yaitu Bonus demografi Indonesia merujuk pada periode ketika jumlah penduduk usia produktif (-64 tahun) lebih besar daripada orang yang tidak produktif anak-anak dan lanjut usia. Keberadaan bonus demografi ini memberikan peluang bagi pembangunan sosial-ekonomi negara, termasuk dalam konteks bimbingan dan penyuluhan agama Islam. Dimana terdapat potensi peningkatan jumlah umat muslim: dengan bonus demografi, jumlah penduduk usia muda yang umat berpotensi meningkat. Hal ini menimbulkan kebutuhan yang lebih besar akan bimbingan dan penyuluhan agama Islam yang berkualitas membina kalangan pemuda dan generasi muda yang berdaya, berhlak, dan berkontribusi tinggi bagi pembangunan sosial dan keagamaan negara.

Potensi dan berbagai indikasi isu tersebut perlu diantisipasi sejak dini, sebelum berbunyi alarm yang mengancam stabilitas sosial dan keagamaan umat. Salah satunya dengan memperkuat keberlangsungan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama. Hubungan antara agama dan negara adalah hubungan persinggungan, di mana tidak sepenuhnya terintegrasi maupun terpisah. Maka, keberadaan Penyuluh Agama Islam penting dalam kerangka nasionalisme-religiusitas sebagai upaya menjaga perdamaian dunia.


Dasar Hukum dan Progres Penyusunan Peraturan Pelaksana

Berdasarkan Permen PANRB Nomor 9 Tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama jo. Permen PANRB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional, dijelaskan bahwa kebutuhan PNS dalam Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Penetapan kebutuhan PNS dalam Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dihitung berdasarkan beban kerja yang ditentukan dari indikator sebagai berikut : a) jumlah umat sesuai komposisi agama; b) ragam permasalahan keberagamaan; dan c) luas wilayah dan kondisi geografis wilayah sasaran (Pasal 44 ayat (1)). Adapun pada Pasal 45 dijelaskan, “Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Penyuluh Agama berdasarkan Peraturan Menteri ini tidak dapat dilakukan sebelum pedoman penghitungan kebutuhan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama ditetapkan oleh Instansi Pembina.”

Progress : Pembahasan draft KMA kebutuhan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dengan menggunakan metode perhitungan SKR (Standar Kemampuan Rata-Rata) sudah diplenokan Biro Hukum Setjen Kemenag dengan Ditjen Bimas semua agama pada tahun 2022. Adapun hasil pleno tidak mencapai kesepahaman. Sampai saat ini, peraturan pelaksana terkait penyusunan kebutuhan masih dalam konsep rancangan dan belum memperoleh penetapan, sehingga masih menggunakan peraturan lama.

Berdasarkan pada Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 426 Tahun 2017 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Melalui Penyesuaian/Inpassing dijelaskan pada Bab IV bahwa dalam rangka memenuhi formasi penyuluh agama pada Kementerian Agama dilakukan pemeraan kebutuhan penyuluh agama di masing-masing wilayah sebagai data kebutuhan dengan mengacu pada tata cara sebagai berikut:
A. Penghitungan Kebutuhan
1. Penghitungan kebutuhan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dilakukan oleh pejabat pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi yang membidangi kepenyuluhan dan kepegawaian.
2. Perhitungan kebutuhan penyuluh agama berdasarkan data e-formasi Kementerian PAN RB
3. Perhitungan kebutuhan penyuluh berdasarkan jumlah penduduk di kecamatan dengan rasio 1:200 penduduk sesuai dengan agamanya.
4. Apabila pada 1 kecamatan jumlah pemeluk agama tertentu tidak mencapai 200 orang, maka dapat diangkat 1 orang penyuluh.

B. Penetapan Kebutuhan
Hasil penghitungan kebutuhan penyuluh agama yang didasarkan rasio jumlah penduduk ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dan dilaporkan kepada Menteri agama untuk ditetapkan menjadi formasi kebutuhan penyuluh.


Hipotesis Pemenuhan Kebutuhan JF Penyuluh Agama-Islam

Hipotesis mengenai tingkat pemenuhan JF Penyuluh Agama-Islam bertujuan untuk menguji sejauh mana keberlangsungan JF Penyuluh Agama-Islam dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam aspek keagamaan. Hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui apakah jumlah dan penyebaran JF JF Penyuluh Agama-Islam yang ada sudah memadai atau masih kurang, utamanya dalam menyediakan layanan keagamaan yang diperlukan oleh masyarakat. Selain itu, melalui hipotesis ini, juga dapat diketahui apakah pemenuhan JF JF Penyuluh Agama-Islam dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam menciptakan stabilitasi regiusitas dan harmoni agama dalam Masyarakat. Adapun Hipotesis dimaksud yaitu:
1. Hipotesis Pertama
Desa/kurahan dengan jumlah penduduk besar membutuhkan lebih banyak penyuluh agama Islam untuk melayani kebutuhan keagamaan masyarakat.
Argumen: Jumlah penduduk yang besar menandakan adanya potensi untuk kebutuhan keagamaan yang lebih tinggi di suatu daerah. Keberadaan penyuluh agama Islam akan memudahkan masyarakat mendapatkan bimbingan, penyuluhan, dan dukungan spiritual yang dibutuhkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi: Lingkungan penduduk, pola migrasi, kepadatan penduduk, dan kemajuan sosial ekonomi.
2. Hipotesis Kedua
Desa/kelurahan dengan keragaman agama tinggi dan potensi konflik keagamaan memerlukan jabatan fungsional penyuluh agama Islam yang lebih banyak.
Argumen: Dalam daerah yang memiliki keragaman agama yang tinggi dan potensi konflik keagamaan, kehadiran penyuluh agama Islam yang memadai sangat penting untuk mempromosikan dan menjadi pendaping dalam menerapkan sikap toleransi, memberikan pemahaman agama yang moderat, dan pemecahan potensi konflik keagamaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi: Keragaman agama, sejarah konflik keagamaan, keadaan politik dan sosial.
Untuk perhitungan jumlah penyuluh agama Islam yang diperlukan dalam suatu desa/kelurahan, berikut hipotesis hipotes perhitungan yang perlu dipertimbangkan:
1. Perhitungan kebutuhan JF Penyuluh Agama-Islam di suatu desa/kelurahan dapat didasarkan pada rasio jumlah penduduk berdasarkan pemeluk agamanya
• Argumen: Rasio ideal antara jumlah pemeluk agama dan jumlah JF Penyuluh Agama-Islam yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan yang memadai. Tentu hal ini harus mempertimbangkan juga keberadaan tokoh agama dan ketersediaan Lembaga Pendidikan keagamaan di lingkungan tersebut.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi: Pedoman standar yang ditetapkan, misalnya berdasarkan kepada pedoman keagamaan atau panduan dari Ke Agama, dan data populasi yang akurat.

2. Faktor-faktor kualitatif seperti kompleksitas kebutuhan masyarakat yang lebih luas dan karakteristik lokal juga dapat mempengaruhi perhitungan kebutuhan jabatan fungsional penyuluh agama Islam.
• Argumen: Selain faktor kuantitatif seperti jumlah penduduk, karakteristik kebutuhan kualitatif masyarakat, seperti tingkat pemahaman agama, tradisi lokal, dan masalah keagamaan khusus yang kompleks, juga perlu dipertimbangkan dalam perhitungan kebutuhan JF Penyuluh Agama-Islam di suatu desa/kelurahan.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi: Kompleksitas kebutuhan masyarakat, karakteristik lokal dan kebiasaan keagamaan, dan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat.


Jumlah Umat Bergama Islam dan Data Penyuluh Agama Islam

Berdasarkan data yang bersumber dari website Satu Data Kementerian Agama jumlah pemeluk agama Islam pada tahun 2022 yaitu sebanyak 241.699.189 orang, dengan berbagai latar usia dan suku.

Adapun dalam data lain yang bersumber dari laman Badan Statistika Nasional diketahui bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2022 sejumlah 275.773.800 jiwa, dan bertambah pada tahun 2023 ini menjadi 278.696.200 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 208.544.086 merupakan penduduk berusia 15 tahun ke atas, yang membutuhkan bimbingan dan penyuluhan agama Islam.

Melalui data tersebut di atas, dapat diasumsikan bahwa sejumlah 76% dari 241.699.189 pemeluk agama Islam, membutuhkan bimbingan dan penyuluhan agama.
Sedangkan, menikil data Penyuluh agama Islam yang bersumber dari Aplikasi e-PA pada tanggal 11 September 2023, tercatat sejumlah 49.273 Penyuluh Agama Islam Aktif dengan rincian berstatus PNS sejumlah 4.994 penyuluh, PPPK sejumlah 7.899 penyuluh, dan Non PNS sejumlah 36.380 penyuluh.

Dalam 5 tahun kedepan, beberapa diantaranya akan masuk masa purna tugas, yang diasumsikan berusia maksimal 60 tahun. Adapun secara rinci sebagaimana table berikut.

Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan di atas, maka jika dibandingkan antara jumlah ketersediaan Penyuluh Agama Islam dengan jumlah pemeluk agama dan jumlah usia penduduk yang membutuhkan bimbingan dan penyuluhan agama, terjadi ketimpangan yang signifikan, yaitu 49.273:183.691.384 atau rasio 1:3.728 atau 1 penyuluh agama dengan 3.728 penduduk membutuhkan bimbingan dan penyuluhan agama.

Penentuan rasio ideal antara jumlah pemeluk agama dan jumlah JF Penyuluh Agama-Islam yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan yang memadai, tentu harus mempertimbangkan juga keberadaan tokoh agama dan ketersediaan lembaga pendidikan keagamaan di lingkungan tersebut.


Rekomendasi Pemenuhan Kebutuhan

Berdasarkan beberapa hal yang telah dipaparkan, maka kami merekomendasikan dalam 5 tahun ke depan dapat dilakukan Pemenuhan JF Penyuluh Agama-Islam berbasis kelurahan/desa. Hal tersebut penting dilakukan dengan beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Proximity to Community: Dengan memusatkan pemenuhan jabatan di tingkat kelurahan/desa, maka penyuluh agama menjadi lebih dekat dengan masyarakat yang mereka layani. Hal ini memungkinkan penyuluh agama untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang kebutuhan dan tantangan yang spesifik di tingkat lokal. Mereka akan lebih mudah mengakses masyarakat, berkomunikasi dengan masyarakat, dan memberikan bimbingan yang sesuai dengan kondisi sosial, budaya, dan agama setempat.
2. Responsiveness to Local Needs: Dengan berbasis di kelurahan/desa, pemenuhan JF Penyuluh Agama-Islam dapat lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Kelurahan/desa seringkali memiliki karakteristik dan masalah yang unik terkait dengan agama dan kehidupan beragama. Penyuluh agama yang berbasis di tingkat lokal dapat secara lebih efektif menangani isu-isu yang relevan memberikan layanan yang sesuai dengan konteks keagamaan lokal.
3. Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat: Pemenuhan JF Penyuluh Agama-Islam di tingkat kelurahan/desa juga dapat berkontribusi dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Penyuluh agama dapat berperan dalam mengedukasi dan membimbing masyarakat dalam menjalankan ajaran agama dengan benar, mempromosikan nilai-nilai moral dan etika, serta meningkatkan kesadaran akan hak dangung jawab sebagai anggota masyarakat yang beragama.
***

0 komentar