Ngomong Dikit Soal : Gaji Penyuluh Agama Yang Maunya Dinaikin

Penyuluh Agama selalu dilekatkan pada istilah "ujung tombak" Kementerian Agama. Karena kalimat itulah, Penyuluh Agama dituntut meneken banyak pekerjaan dalam bidang agama. Dalam program Kementerian misalnya mengajar ngaji, bimbingan perkawinan, pengelola zakat dan wakaf, sertifikasi halal, stunting, moderasi beragama, deradikalisasi dan semua persoalan yang dilakukan dengan pendekatan Agama. Saking banyaknya pekerjaan Penyuluh Agama ini, sampai bingung mana yang menjadi prioritas. 

Sebenernya bingung juga sama maunya Kemenag!
Kalau semua printilan tentang agama dikerjain sama Penyuluh Agama, mending dijadiin jabatan pelaksana aja. Tunjangannya lebih ringan. Sisa anggaran tunjangan fungsionalnya bisa nambahin anggaran buat yang lebih membutuhkan. Kerjaannya juga lebih fleksibel, bisa jadi operator, teknisi, atau klerek bidang agama. Toh, sekarang pelaksana juga dituntut punya keahlian dan membidangi semua tugas. 

Hmmmb.... 

Output dari kerja Penyuluh Agama Islam adalah bimbingan dan penyuluhan agama Islam. Membimbing berarti kegiatan menuntun seseorang dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arahan yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Sedangkan menyuluh adalah suatu kegiatan mendidik sesuatu kepada individu ataupun kelompok, memberi pengetahuan, informasi-informasi dan berbagai kemampuan agar dapat membentuk sikap dan perilaku hidup yang seharusnya. Jadi, Bimluh memberikan pengetahuan sekaligus mendampingi, sehingga kelompok binaan dapat membentuk sikap dan perilaku yang diharapkan. 

Ada beberapa fungsi penyuluh agama. Tidak semuanya edukatif dan informatif, ada konsultatif dan advokatif. Seberapa jauh implementasinya, kita menilik kondisi lapangan.

Banyak keterangan dari pegawai KUA bahwa Penyuluh banyak yang tidak masuk padahal sedang tidak bertugas. Data-data laporan kinerjanya rapi dengan berbagai narasi ideal yang kenyataannya tidak terjadi. 
Contoh narasi ideal yang tidak riil terjadi itu seperti apa? Yap. Sebagian diantara mereka mengaku memiliki kelompok binaan khusus sesuai dengan tuntutan. Padahal sebenarnya kelompok binaannya ya itu aja. Satu aja terus. Tidak ganti-ganti. Diubah namanya, diganti pendekatannya. 
Kasarnya gini, kewajiban membentuk kelompok binaan khusus dari masa kerja 0 bulan sampai 10 tahun lebih, ya cuma itu. Satu aja. Tidak nambah. 
Bahkan, diantaranya banyak yang dompleng pengajian pak kyai, bu nyai, terus dilaporin jadi kinerja penyuluhan, di daftarin jadi kelompok binaan khusus. 

Ada juga yang curhat terlalu banyak kerjaan, cari data-data di desa, bimwin, legalisir, validasi buku nikah, ngurus wakaf, dan masih banyak lagi. Padahal di rumah masih ada pesantren, TPQ, dan masih mengampu jamaah pengajian rutin mingguan. Akhirnya ga ada waktu lagi buat bentuk kelompok binaan khusus. 

Buat yang lupa, apa itu kelompok sasaran. Sesuai Kepdirjen Bimas Islam 504/2022 kita mengenal 3 kelompok sasaran. 
1) kelompok sasaran umum yang terdiri dari majelis taklim dan kelompok-kelompok yang sudah terbentuk sebelumnya. 2) kelompok sasaran khusus yang dibentuk secara khusus oleh Penyuluh agama karena dipandang belum tersentuh, kemudian dilakukan bimbingan dan penyuluhan berdasarkan potensinya. 3) kelompok sasaran media sosial, pengelolaan media sosial sebagai media bimbingan dan penyuluhan. 
Oh iya, kayaknya ada info yang kelupaan. Jadi kelompok sasaran yang dikumpulkan kemudian dilakukan bimluh secara berkala namanya menjadi kelompok binaan.


Sebagian sisi Penyuluh Agama 

Yang bisa ngaji, banyak. Yang ga bisa ngaji, juga banyak. 
Baru beberapa bulan lalu ada Uji Kompetensi yang salah satu wawancaranya adalah tes mengaji. Untuk kenaikan pangkat ke ahli madya saja masih banyak yang pas diminta ngaji tiba-tiba leave zoom, tiba-tiba batuk dan serak, atau pas baca salahnya lebih dari 10 untuk 1 ayat. Ini juga pasti tambah parah karena sekarang seleksi PPPK ga ada tes ngaji. 

Yang punya aksi ada, beberapa sudah tampil di gelaran Penyuluh award 2023. Ajang lomba, bukan apresiasi tunjuk-tunjukan atau titip-titipan kedekatan. Eh, tapi yang tidak punya aksi juga ada. Ada yang ngomongnya "umuk", tapi terus ilang. Ada yang "umuk" tapi "menthes".
Begitulah kira-kira hasil pengamatan saya. 

Dari sisi eksternal

Guru TPA tanpa gaji ada, banyak. Yang menerima gaji juga cuma 100 ribu/bulan, TPQ tetap jalan.
Persoalan agama masyarakat, nanyanya sama Kyai, ga digaji juga kyainya. 
Yang di Lapas, bimroh tanpa penyuluh juga ada. 
Justru kelompok masyarakat yang dipandang penting dapat penyuluhan sampai sekarang belum banyak tersentuh. 


Sejauh mana pentingnya menaikkan honor Penyuluh, sekarang

Buat sebagian orang yang sudah punya sandaran dalam hal beragama, pasti berpendapat kalau keberadaan Penyuluh Agama itu tidak penting. Ya iyalah... nanya persoalan agamanya sudah sama guru masing-masing. 

Tapi, kalau Penyuluh Agama tidak menjangkau mereka yang membutuhkan keberadaannya, ya keberadaan Penyuluh Agama akan selamanya dipandang kurang penting. 

Jadi kenapa Penyuluh Agama Islam dengan Guru Pendidikan Agama Islam ini berbeda. Karena guru di madrasah itu sudah ada muridnya yang siap menempuh pendidikan dalam jangka waktu pendidikan wajibnya. Lah kalau Penyuluh Agama ya harus cari dulu muridnya, sasarannya yang kemudian disebut kelompok binaan. 

Jadi sekarang, gimana kalau buat naikin insentif guru TPQ dulu... biar ga rebutan lahan. 


0 komentar