Analisa Politik Hukum dalam Penyelenggaraan Pilpres 2024




Pertanyaan! 

Uraikan dan jelaskan tentang pelaksanaan pilpres 2024 dalam UU Pemilu dilihat dari perspektif politik hukum

Ringkasan Pelaksanaan Pilpres 2024

Pilpres 2024 di Indonesia telah mencatat berbagai isu dan dinamika yang mempengaruhi proses demokrasi di negara ini. Dari persiapan hingga pelaksanaan, Pilpres 2024 menunjukkan adanya campur tangan kekuasaan yang cukup signifikan, baik dari Presiden, menteri, maupun lembaga-lembaga negara lainnya. Berbagai masalah muncul, seperti dugaan penyalahgunaan aparatur negara, politisasi bantuan sosial, dan sistem penghitungan yang problematik. Situasi ini memunculkan kekhawatiran akan integritas proses pemilu dan menimbulkan pertanyaan tentang legitimasi hasilnya.

Kesesuaian Penyelenggaraan Pilpres dengan UU Pemilu

UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur secara komprehensif tentang pelaksanaan pemilu yang bebas, rahasia, jujur, dan adil. Namun, dalam praktiknya, berbagai pelanggaran terjadi selama Pilpres 2024, mulai dari ketidaknetralan aparat hingga adanya keputusan kontroversial dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan bagi anak presiden untuk maju sebagai calon wakil presiden. Selain itu, adanya putusan DKPP dan Bawaslu yang mengindikasikan pelanggaran etika dan prosedur semakin memperkuat pandangan bahwa penyelenggaraan Pilpres 2024 jauh dari ketentuan ideal yang diatur dalam UU Pemilu.

 

Politik Hukum dalam Analisis Penyelenggaraan Pilpres 2024

Politik hukum merujuk pada kebijakan dan strategi yang diterapkan oleh pemerintah untuk membentuk, mengubah, dan menerapkan hukum dalam suatu negara. Politik hukum mencerminkan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah melalui instrumen hukum, serta bagaimana hukum diperlakukan dalam konteks politik yang ada.

Dalam konteks Pilpres 2024, analisis politik hukum sangat penting dan kompleks untuk mengetahui beberapa aspek berikut:

a.        Arah Kebijakan Hukum

Politik hukum menentukan bagaimana kebijakan-kebijakan hukum yang ada, termasuk UU Pemilu, diterapkan dan diinterpretasikan dalam konteks penyelenggaraan Pilpres. Hal ini mencakup penguji Penerapan Kebijakan Hukum, yaitu menjawab bagaimana pemerintah dan lembaga-lembaga terkait menerapkan UU Pemilu dalam proses Pilpres 2024. Bagaimana  Interpretasi Hukum atau cara UU Pemilu ditafsirkan untuk mendukung proses pemilu, termasuk keputusan-keputusan strategis yang diambil untuk mencapai tujuan politik tertentu. Apakah ada upaya pemerintah dalam menggunakan instrumen hukum untuk mencapai tujuan politik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

b.       Instrumen Kekuasaan

Politik hukum berfungsi sebagai instrumen kekuasaan, di mana pemerintah yang berkuasa dapat memanipulasi hukum untuk mempertahankan atau memperluas kekuasaannya. Dalam kasus Pilpres 2024. Apakah politik hukum tampak digunakan untuk mengamankan kemenangan politik tertentu, meskipun itu berarti mengabaikan atau mengunakan intrumen hukum sebagai alat untuk memperkuat kekuasaan dan otoritas pemerintah yang berkuasa.

c.        Refleksi Interaksi Politik dan Hukum

Politik hukum juga mencerminkan interaksi antara kekuasaan politik dan sistem hukum. Analisis politik hukum Pilpres 2024 menunjukkan bagaimana kekuasaan politik dapat mempengaruhi dan bahkan merusak integritas hukum, serta bagaimana hukum dapat diabaikan atau ditafsirkan ulang untuk kepentingan politik. Hubungan antara lembaga hukum dan lembaga politik dalam konteks penyelenggaraan pemilu dan bagaimana interaksi ini mempengaruhi hasil pemilu. Cara hukum dapat diabaikan atau ditafsirkan ulang untuk kepentingan politik tertentu, mengakibatkan penyimpangan dari prinsip-prinsip keadilan.

d.       Pengaruh Terhadap Demokrasi dan Keadilan

Politik hukum memainkan peran penting dalam membentuk kualitas demokrasi dan keadilan dalam sebuah negara. Dalam konteks Pilpres 2024, kedudukan politik hukum sangat menentukan apakah proses pemilu berjalan dengan prinsip-prinsip demokratis dan adil atau tidak. Ketika politik hukum dikooptasi oleh kepentingan tertentu, integritas demokrasi dan keadilan menjadi terancam.

 

Analisa Politik Hukum dalam Penyelenggaraan Pilpres 2024

Analisa politik hukum dalam penyelenggaraan Pilpres 2024 menunjukkan bahwa hukum sering kali menjadi subordinat dari kekuasaan politik. Intervensi politik yang kuat dan manipulasi hukum untuk kepentingan kekuasaan mengakibatkan proses pemilu yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang adil dan demokratis.

Penyelenggaraan Pilpres 2024 menunjukkan bagaimana determinasi politik mampu mengamputasi ketajaman hukum. Keputusan-keputusan yang diambil oleh lembaga-lembaga negara, seperti Mahkamah Konstitusi (MK), sering kali dipandang lebih menguntungkan pihak tertentu daripada menegakkan prinsip-prinsip keadilan yang seharusnya diusung. Sebagai contoh, putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang memungkinkan anak presiden maju sebagai calon wakil presiden, mengindikasikan adanya konflik kepentingan dan pelanggaran etika.

Banyak indikasi ketidaknetralan dan penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi selama proses Pilpres 2024. Ini mencakup keberpihakan Presiden dan menteri, serta penyalahgunaan aparatur negara untuk kepentingan kampanye. Misalnya, keterlibatan menteri-menteri dalam kampanye dan politisasi bantuan sosial menjelang hari pemilihan menunjukkan bahwa politik memiliki kekuatan yang lebih kuat dibandingkan hukum. Hal ini menandakan bahwa proses pemilu belum sepenuhnya bebas dari intervensi pihak-pihak yang berkepentingan.

Keputusan MK yang kontroversial dan peringatan keras dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan adanya politisasi dalam lembaga penyelenggara pemilu. Hal ini merusak integritas lembaga-lembaga tersebut dan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses pemilu. Contohnya, DKPP memberikan peringatan keras kepada Ketua KPU RI dan Komisioner KPU RI karena menerima pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa merevisi Peraturan KPU agar selaras dengan putusan MK.

Dalam konteks pelaksanaan Pilpres 2024, terlihat jelas bahwa standar etika dan prinsip-prinsip demokrasi sering diabaikan. Praktik-praktik seperti politisasi bantuan sosial dan dugaan kecurangan pemilu menjadi catatan buruk dalam sejarah demokrasi Indonesia. Misalnya, banyak laporan dari masyarakat tentang dugaan pelanggaran pemilu yang mencuat ke media sosial, namun tidak mendapat tanggapan serius dari pengawas atau penyelenggara pemilu, menunjukkan bahwa standar etika dan prinsip demokrasi telah diabaikan.

Situasi ini memberikan gambaran pesimistis tentang masa depan hukum dan demokrasi di Indonesia. Jika hukum terus dikooptasi oleh kepentingan politik, sulit diharapkan adanya perbaikan signifikan dalam sistem demokrasi dan penegakan hukum di masa depan. Pengaruh politik terhadap hukum yang terus berlanjut dapat mengakibatkan erosi terhadap prinsip-prinsip negara hukum dan demokrasi. Misalnya, keputusan kontroversial MK dan minimnya penegakan hukum terhadap pelanggaran pemilu menunjukkan bahwa tanpa perubahan yang signifikan, demokrasi dan hukum di Indonesia akan terus berada dalam bayang-bayang kepentingan politik yang dominan.

Untuk mencapai pemilu yang benar-benar adil dan demokratis, perlu adanya perbaikan sistem pengawasan, penegakan hukum yang lebih tegas, dan penguatan independensi lembaga-lembaga terkait. Analisis ini diperkuat dengan bukti-bukti konkret yang menunjukkan bahwa tanpa perubahan yang signifikan, masa depan hukum dan demokrasi di Indonesia tetap suram.

***

0 comments